Sunday, August 28, 2011

Bitter Lessons from Arsene Wenger & Arsenal FC.

Arsene Wenger, salah seorang pelatih dan manajer paling sukses di Inggris yang telah memimpin Arsenal selama 15 tahun, baru saja mendapatkan mosi tidak percaya dari para penggemar klub Arsenal. Beliau dinilai tidak becus lagi memimpin Arsenal karena kegagalannya mempersembahkan gelar apa pun selama 7 tahun terakhir (sejak 2004). Puncak kekesalan para penggemar adalah kegagalan Wenger mempertahankan dua pemain terbaiknya Cesc Fabregas yang pindah ke Barcelona, dan Samir Nasri (ke Manchester City).

Yang menarik, Arsene Wenger langsung mendapat pembelaan dari pelatih dan manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson. Sir Alex menyebut para fans sebagai "tak tahu terima kasih" dan melupakan jasa Wenger sebagai pelatih terbaik Arsenal. "Coba beritahu saya, siapa pelatih Arsenal yang lebih baik ketimbang Wenger?" demikian tantangnya. "Arsenal tidak mundur, namun saat ini muncul kompetitor-kompetitor baru yang merubah peta persaingan, yakni Chelsea dan Manchester City."
Bagi Anda penggemar sepakbola, khususnya Liga Inggris, tentu paham betul, bahwa (di masa lalu) kedua pelatih ini adalah bagaikan anjing dan kucing, air dan minyak. Tak pernah rukun dan selalu saling serang, baik secara diplomatis mau pun blak-blakan. Sir Alex bahkan pernah menyebut Wenger sebagai "the biggest loser in history." Fakta bahwa sekarang muncul pembelaan dari "musuh" tentu saja menarik untuk dicermati.

Bagi saya, ada beberapa pelajaran bisnis yang bisa dipetik dari situasi ini.
Pertama, semangat sportifitas Sir Alex Ferguson. Beliau menunjukkan karakter yang hebat, mampu memisahkan keseriusan berseteru, dengan hubungan pribadi. Banyak business owners saling bersaing mati-matian dengan rival bisnisnya, dan terbawa sampai membenci satu sama lain secara personal. Nah, sikap Sir Alex ini patut menjadi pelajaran bagi kita.

Kedua, tidak peduli seberapa pun suksesnya Anda di masa lalu, tantangan dan tuntutan publik (shareholder dan stakeholder) Anda didasarka pada prestasi Anda hari ini. Wenger adalah pelatih tersukses sepanjang sejarah Arsenal, namun paceklik gelar selama 7 tahun menghapuskan semua kebaikan tersebut. Hal yang sama berlaku untuk perusahaan Anda. Apakah hari ini bisnis Anda sehat dan sukses? 
"Mantan sukses" atau "hampir sukses" sama artinya dengan "tidak sukses".
Nah, apakah Anda termasuk pebisnis yang mudah terlena dengan kesuksesan masa lalu? Jika ya, maka artikel ini ditujukan sebagai wake up call sebelum semuanya terlambat.

Ketiga. Arsenal tidak mundur, mereka tetap bermain sangat baik, hanya saja lawan-lawannya lah yang lebih maju. Oleh karena itu, meski pun Arsenal masih bermain dengan baik gelar-gelar prestisius justru sekarang jatuh ke Chelsea, Manchester City dan Manchester United. Perhatikan relevansinya dengan realitas di e
Dunia bisnis adalah tempat dimana kita hanya punya dua pilihan, growing atau dying. Titik di mana kita berhenti tumbuh adalah momen dimana kita mulai meranggas untuk perlahan-lahan mati.
Coba imajinasikan bahwa kita sedang menaiki eskalator yang berjalan mundur, kalau kita tidak bergerak naik, alias tetap, sama juga dengan terbuang ke belakang. Dan hal ini lah yangterjadi kepada Arsenal FC saat ini.

We need to continuously upgrade our performance to permanently succeed in the business world!

Have a great weekend, be successful!

HB

 PS: Satu hari setelah saya menulis artikel ini, Manchester United 'menghancurkan' Arsenal dengan skor 8-2 dalam perhelatan English Premier League. Rupanya, belas kasihan dalam kapasitas sebagai personal tidak lagi ditunjukkan ketika harus bertanding secara profesional. Satu lagi pelajaran berharga dari Sir Alex Ferguson.

Saturday, August 27, 2011

The Mango Tree Principle of Customer Excellence.

"Jadilah seperti pohon mangga,
jika dilempar dengan batu 
dia membalas melempar buahnya."
Clement Margono Svardi  
- salah seorang sahabat saya.-


Sebuah filosofi menarik dari pohon mangga di atas rupanya dapat dipelajari dan diterapkan dalam bisnis Anda, misalnya di bidang customer service alias layanan pelanggan.

Saya pikir tak seorang pun dari kita yang suka (maksud saya benar-benar suka, tulus, tanpa perasaan pahit setitik pun) menerima kritik, apalagi keluhan pelanggan yang disertai nada suara tinggi dan penuh amarah. Apalagi jika keluhan yang disampaikan akarnya bukan lah kesalahan pihak kita. Beberapa kali saya hadapi pelanggan yang salah dan malah marah-marah. Benar begitu?

Nah, ada baiknya kita belajar dari pohon mangga tadi. Yakni membalas semburan amarah pelanggan (batu yang dilemparkan ke kita) dengan customer excellence atau layanan pelanggan berkualitas tinggi.

Fakta membuktikan, 95% dari pelanggan, semarah apa pun, yang berhasil kita tangani dengan baik akan berbalik 180 derajat menjadi raving fans bagi bisnis kita. Mereka justru akan menjalankan advokasi bagi perusahaan kita, dan "menjual" layanan produk atau jasa kita tanpa menuntut komisi atau pamrih apa pun.

Inilah 4 langkah menyikapi keluhan dan amarah pelanggan:

1. Smile. Never Argue.
Tidak ada gunanya membantah orang yang sedang "kesetanan". Anda lelah, mereka pun makin murka. Perlu dipahami, seringkali di kondisi ini pelanggan Anda sudah tidak lagi mengedepankan logika berpikir, melainkan penuh dengan ego dan emosi. 
Sebuah senyuman disertai dengan gestur tubuh yang positif akan membantu meredakan emosi/ego tersebut, sehingga pelanggan dapat kita ajak bicara dengan kepala dingin, menggunakan logika.

2. Play Dumb and Dig Deep.
Setelah pelanggan mampu berargumen dengan kepala dingin, lanjutkanlah membuat pelanggan tersebut merasa nyaman dan aman menyampaikan keluhannya kepada Anda. Tidak menjadi "sok pintar" dan "sok paham perasaan pelanggan" adalah kunci utama disini.
Seringkali business owners merasa sudah tahu situasinya dan gagal menemukan hot-spot yang sebenarnya dari ketidakpuasan pelanggan tersebut, dan oleh karenanya tak mampu muncul dengan solusi yang memuaskan pelanggan.

3. Find Solutions (Think Customer First)
Setelah mendapatkan gambaran utuhnya, barulah mulai menawarkan solusi terbaik. Perhatikan, 9 dari sepuluh business owners terburu-buru memberikan solusi sebelum menemukan akar masalah sebenarya. Akibatnya "obat penawar" yang ditawarkan bukan saja tidak tepat, tapi juga sering menjadi terlalu "mahal" dan merugikan diri sendiri.
Tempatkan kaki Anda di sepatu pelanggan ketika menawarkan penyelesaian, teantu saja sambil tetap memperhatikan garis batas untung-rugi perusahaan Anda.

4. Always Under-Promise and Over-Deliver.
Jangan terburu nafsu mengumbar janji demi meredakan amarah pelanggan. Sebaiknya janjikanlah sesuatu yang konservatif, tapi berikan lebih dari yang Anda janjikan.
Pelanggan (normalnya) akan terkesima, dan berbalik menjadi pendukung Anda karena mendapatkan pleasant surprise dari perusahaan Anda.

By the way, saya menulis artikel ini 3 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1482 H. Bagi Anda yang merayakan, saya mengucapkan Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Bicara tentang memaafkan, rupanya pelajaran pohon mangga rupanya dapat juga kita terapkan disini. 

Pernahkah Anda memiliki satu (atau lebih) orang -misalnya mantan karyawan, rekan bisnis, kerabat, dsb- yang di masa lalu pernah kita bantu tapi berbalik menyerang atau merugikan kita? 

Hmm... kita lempar buah, dan dia balas dengan lemparan batu. Lalu apa tindakan Anda?

Uniknya, jika pohon mangga rajin melempar buah, sang pohon jadi lebih sehat dan mampu menghasilkan buah yang lebih besar dan manis di kemudian hari.

You always get more of what you give.

Have a great season's holiday!

HB.


Wednesday, August 24, 2011

Business Lessons from Rod Stewart

Rod Stewart - 100 million records worldwide!
Saya sedang jalan-jalan mengisi akhir pekan bersama istri tercinta di sebuah pusat perbelanjaan, dan pengelola mal memutar lagu-lagu untuk menghibur pengunjung. Sebagai penggemar musik saya segera mengenali ketika salah satu penyanyi favorit saya diputar. Lagu berjudul "Beyond The Sea" tersebut dinyanyikan dengan sangat apik dan penuh perasaan oleh Rod Stewart.

Roderick David Stewart, atau lebih dikenal dengan "Rod Stewart" adalah salah satu penyanyi paling sukses di dunia.
Sepanjang karir musiknya yag sudah lebih dari 50 tahun Rod Stewart telah berhasil menjual lebih dari 100 juta keping rekaman di seluruh penjuru dunia (belum terhitung CD bajakan yang beredar lho!).

Ternyata tak berhenti di situ saja, sebagai businesspeople rupanya ada juga beberapa hal positif yang bisa kita pelajari dari sosok penyanyi kelahiran London Utara ini.

Apa saja?

Lesson #1: Success takes hardwork and creativity, but recognition takes patience.
Rod Stewart memulai karir musiknya pada tahun 1962.  Rekaman pertama yang berhasil dipublikasikannya berjudul "An Old Raincoat Won't Ever Let You Down" dirilis tahun 1969. Dan sejak saat itu Rod telah merilis puluhan album, serta menempatkan belasan #1 hit di jajaran tangga musik US, UK dan seluruh dunia. Rod pun dinyatakan sebagai salah satu artis paling sukses secara komersial.

Yang menarik, Grammy Award pertama diraihnya pada tahun 2005 atau 43 tahun sejak dia mengawali karirnya! Rupanya belasan hits dan ratusan lagu tidak berhasil meyakinkan para "pakar" untuk menganugerahkan penghargaan tersebut lebih awal. Namun Rod tetap berkarya... dan berkarya... dan berkarya... sampai pengakuan tersebut diraihnya.

 Lesson #2: You Need to continuously and consciously re-invent yourself



Seperti kita ketahui bersama, Rod Stewart memilih genre Rock & Blues ketika mengawali karirnya. Dan sepanjang karirnya dia konsisten di jalur tersebut.

Bahkan tak kurang dari  legenda blues sekelas James Brown menjuluki Rod Stewart sebagai "The Best White Blues Singer in The World."

Menariknya (lagi), Grammy Award yang dianugerahkan kepadanya di tahun 2005 bukan berasal dari genre Rock & Blues yang melambungkan namanya tersebut. Melainkan dari aliran musik Jazz Standard, yang tentu saja berbeda sangat jauh dengan apa yang selama ini dikuasai olehnya.

Ya, Rod Stewart "melebarkan sayap" ke genre lain, untuk kemudian memukau dewan juri dan memenangkan Grammy Award untuk kategori "Best Traditional Pop Vocal" di tahun 2005. Andai dia tidak berekspansi dan nyaman dalam comfort zonenya, kemungkinan penghargaan tersebut tak akan pernah dicapainya.

Lesson #3: (And probably the most important lesson)  Never... never... never give up!
Pada bulan Mei 2000 dokter menyatakan bahwa Rod Stewart menderita Thyroid Cancer dan harus menjalani operasi segera, termasuk diantaranya menyentuh pita suaranya. Sebagai seorang penyanyi profesional Rod tentu saja sangat bergantung kepada suara emasnya, sebagai hartanya yang paling berharga. Dan saya bisa membayangkan, vonis tersebut tentu dirasakan sangat berat dan menjatuhkan moral.

Dan benar adanya, seusai operasi Rod harus berlatih ulang cara menyanyi, mulai dari dasar lagi, dengan tanpa jaminan sukses, dan terancam "pensiun" lebih dini jika gagal mengembalikan kualitas vokal seperti semula.

Kisah seterusnya sudah jelas, bukan hanya sembuh dan bisa kembali bernyanyi. Di tahun 2002 Rod Stewart merilis album baru "The Greatest American Songbook" yang sukses besar, yag akhirnya membuatnya merilis Volume 2, lalu Volume 3 yang memenangkan Grammy Award tersebut. What a heroic story!

Sore itu saya berhasil menarik pelajaran bisnis dari seorang penyanyi kawakan. Semoga Anda pun bisa mendapatkan business wisdom yang bermanfaat untuk kesuksesan Anda.

Have fun!

HB.


Saturday, August 20, 2011

Sometimes It's Great Being The Lucky Loser.

"Remember that not getting what you want 
is sometimes a wonderful stroke of luck."
- H.H. The Dalai Lama - 

Kalau ada satu kesamaan yang bisa ditemukan di setiap juara adalah mereka semua pada umumnya memiliki determinasi tinggi. dengan mentalitas pantang menyerah, dan menolak berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkan. Dan kemungkinan besar Anda juga adalah orang yang seperti itu. Saya juga sedikit banyak memiliki kecenderungan tersebut.

Namun ada kalanya tidak mendapatkan apa yang kita mau justru jauh lebih baik ketimbang berhasil mendapatkannya. Lho, apa maksudnya?
Saya teringat di tahun 2009 perusahaan business coaching yang saya pimpin sedang melakukan approach kepada sebuah perusahaan yang cukup ternama (sebut saja PT. XYZ) dengan tujuan menarik mereka untuk menjadi salah satu klien kami. Setelah pendekatan yang cukup intens selama beberapa bulan, mereka setuju untuk bergabung dengan kami, namun mengajukan syarat-syarat yang memberatkan kami. Dengan berat hati terpaksa kami tolak dan lepaslah prospek kerja sama tersebut. 

Enam bulan kemudian, dalam sebuah diskusi dengan salah seorang klien yang lain (sebutlah sebagai PT.Antara), nama PT. XYZ (dan pemimpinnya) tersebut muncul kembali ke permukaan. Ternyata PT. XYZ adalah salah seorang pelanggan dari klien PT. Antara yang gagal bayar dan menolak untuk menyelesaikan kewajibannya.

Menjunjung tinggi etika bisnis yang ada, tentu saja saya tidak menceritakan bahwa rekam-jejak PT. XYZ pernah juga hampir bergabung dengan kami, namun  fokus kepada penyelesaian masalahnya, yakni membahas teknik-teknik penagihan yang terbaik agar segera bisa terselesaikan. Namun seusai masalah tersebut berhasil diatasi, mau tidak mau terbersit sedikit kelegaan bahwa perusahaan saya tidak jadi bekerja sama dengan PT. XYZ tersebut.

Contoh lain, ada seorang pelamar pekerjaan yang ketika interview sangatlah meyakinkan dan membuat kami ingin mempekerjakannya sebagai salah seorang manajer penjualan kami. Karena satu dan lain hal, niat kami tersebut batal. Kira-kira lima bulan kemudian saya melihat nama dan foto yang bersangkutan diumumkan di sebuah media cetak karena kasus penggelapan di perusahaannya. Hmm...sangat menarik bukan?

Pelajaran yang saya petik disini, seringkali kita harus kembali mengacu ke standar-standar yang sudah kita tentukan sebelum memutuskan sesuatu. Apa yang kita mau. Apa yang kita tidak mau. Semuanya harus kita garis tegaskan di depan, atau kita berpotensi terjebak dalam emotional decision making yang bisa merugikan di kemudian hari.

Seringkali kita menyetujui sebuah proposal penjualan hanya karena "kepepet" dan emosi ingin segera deal. Tak jarang juga kita mempekerjakan seseorang karena merasa sudah jenuh mencari dan ingin segera mendapatkannya, yang belum tentu adalah karyawan ideal bagi perusahaan kita.

Dan dalam situasi ini, bukankah gagal jadi jauh lebih menyenangkan dibanding keberhasilan mendapatkan bad deal?

Have a great weekend!
HB.




Friday, August 19, 2011

Pahami Tiga Tahap Kedewasaan Bisnis!

Tahukah Anda bahwa tidak ada sebuah formula pasti untuk mengembangkan bisnis?

Anda juga pasti sadar bahwa tidak ada dua bisnis di muka bumi ini yang sama persis, sehingga tindakan dan strategi yang diperlukan untuk masing-masing bisnis pasti akan berbeda.

Nah, yang menarik, minggu ini saya seolah dihujani pertanyaan dari para business owners, baik yang merupakan klien coaching kami, atau pun para peserta seminar tentang "bagaimana cara manjur untuk membawa perusahaan bertumbuh kembang dan maju terus pantang rugi?"

Artikel ini saya tulis sebagai persembahan untuk para pemilik yang telah, sedang, atau akan mengajukan pertanyaan yang sama di kemudian hari.

Pertama, saya mengajak Anda untuk memahami bahwa tidak semua bisnis berada di tahapan/kondisi yang sama. Saya membagi (secara garis besar) ada tiga tahapan kedewasaan tumbuh kembang bisnis Anda. Dan untuk memudahkan ingat, kita sebut saja tingkatan-tingkatan tersebut sebagai S1, S2 dan S3 bisnis.

S1 - Survival. Jika perusahaan Anda berada di tahapan ini, maka fokus utama adalah BERTAHAN HIDUP. Tidak kurang, dan tidak lebih. Jangan dulu memikirkan tentang sistem perusahaan yang rapi atau bahkan "pensiun dini". Fokus dan energi Anda seharusnya 100% dicurahkan kepada bagaimana membawa uang masuk sederas-derasnya ke kantong Anda dan perusahaan Anda. Di tahap ini uang tunai (cash) adalah laksana oksigen, yang tanpanya Anda tidak akan bertahan hidup cukup lama. Perhatian: yang penting di tahap ini adalah CASH, bukan profit, dan bukan omzet.

S2 - Success. Di tahap ini, perusahaan Anda sudah tidak kekurangan oksigen. Anda seharusnya telah berhasil membangun sebuah "mesin pencetak uang" yang mampu bekerja 24 jam sehari. Basis pelanggan setia telah terbentuk. Anda mampu menjual produk/jasa Anda secara top dollar alias tidak terlibat dalam persaingan harga. Saat ini perhatian Anda seharusnya beralih kepada menciptakan sistem yang rapi dan membentuk leadership team perusahaan Anda. Karena jika tidak, perusahaan akan makin bergantung kepada Anda, dan cepat atau lambat Anda pasti kelelahan.

S3 - Significance. Alias tahapan post-success. Dimana perusahaan Anda telah menjadi pemimpin industri. Dikenal dengan baik, dengan reputasi perusahaan yang mentereng. Tanda-tanda lain adalah para perusahaan S3 ini juga sering menjadi "top of mind" bagi para pencari kerja, dan tak jarang menjadi rujukan studi kasus di berbagai sekolah dan seminar bisnis.
(Catatan: banyak business owner tidak mampu mencapai tahapan ini karena sifat mudah puas dengan kesuksesan kecil, dan berhenti berjuang -atau setidaknya menurunkan daya juang- ketika telah mencapai tahapan S2-Success).
Nah di tahapan S3 ini, fokus Anda adalah multiplikasi kekayaan. Baik melalui jalur diversifikasi, franchising, ekspansi dan lain sebagainya.
Di tahapan ini juga seharusnya perusahaan sudah sangat peduli dengan giving back to community melalui program-program CSR dan sejenisnya.

Business is either growing or dying. Anda bisa bergerak maju S1 - S2 - S3 atau bisa juga bounce back ke tahapan sebelumnya (misal dari S2 jatuh kembali ke S1). Semua tergantung dari seberapa cepat Anda menciptakan "momentum positif" bagi bisnis Anda. (Kita akan bahas tentang momentum positif dalam artikel yang lain).

Nah, tahukah Anda dimana perusahaan Anda sekarang berdiri? Jika sudah tahu, baru lah kita siap berdiskusi tentang strategi-strategi spesifik bagi bisnis Anda.

Have a great weekend!

HB.

 

Wednesday, August 17, 2011

Commitment vs. Interest

"Success is neither magical nor mysterious.
Success is the natural consequence of 
consistently applying the basic fundamentals"
- Jim Rohn -


Surabaya, 17 Agustus 2011.

Hari ini bangsa kita merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke 66. Tentu saja sebagai warga negara yang mencintai bangsanya saya sangat bersuka cita bahwa kita boleh memiliki kehidupan yang bebas dan sejahtera. Namun di sisi lain, Anda juga pasti setuju bahwa masih banyak "lubang" yang harus ditambal oleh seluruh punggawa bangsa Indonesia. Benar?

Tapi baiklah, dalam artikel ini saya tidak akan membahas lebih panjang lagi tentang tindakan apa yang harus diambil oleh elit politik kita untuk menyelesaikan banyak benang kusut di negeri ini. Saya pikir sudah banyak orang yang lebih berkompeten sekaligus berkewajiban untuk memikirkan dan menyelesaikannya.

Sebagai seorang business coach saya lebih tertarik untuk membahas apa yang terjadi dalam bisnis Anda, dan bagaimana mengatasinya. Toh kalau kita tarik benang merah, banyak "benang kusut" yang terjadi di negara ini yang juga Anda alami dalam perusahaan Anda. Iya kan? Sebut saja: ketidakefisienan produksi, staff (dan bahkan manager) yang kurang kompeten, daya juang yang rendah, tidak mampu mendatangkan investor yang berkualitas, pelayanan pelanggan yang buruk, dan masih banyak lagi.

Pendapat saya, jika Anda ingin membangun world class business, ada tiga hal yang harus menopang diri dan perusahaan Anda.
1. Cognitive/Knowledge. Pengetahuan adalah akar dari segala perkembangan/pertumbuhan. Jika Anda tidak mampu merumuskan konsep dengan baik, bagaimana mungkin eksekusi bisa terlaksana dengan sempurna?
Nah, permasalahannya, lebih dari 70% pemilik bisnis tidak memiliki knowledge yang cukup untuk berkompetisi dengan unggul dalam persaingan bisnis yang ketat. Basic knowledge dalam dunia bisnis meliputi: penjualan, pemasaran, layanan pelanggan, efisiensi operasional, finansial, rekrutmen, leadership, dsb.
2. Community. Perhatikan ini: dengan siapa kita berkumpul menentukan masa depan kita. Karena para pihak yang paling sering bertukar pikiran dengan kita akan membentuk pola pikir kita. Alasan utama banyak bisnis tetap kecil (padahal sudah berupaya keras) adalah karena sang pemilik bisnis senantiasa berkumpul dan bertukar pikiran dengan orang-orang "kecil, dalam pengertian sempit wawasannya. Sudahkah Anda memiliki community yang akan membuat Anda lebih sukses?
3. Coach. Di balik setiap juara dunia selalu ada seorang pelatih (coach) yang hebat. Di bidang apa pun. Olahraga, industri hiburan, dan tentu saja bisnis. Saya sepenuhnya percaya, seseorang yang tidak di-coach tak akan pernah mencapai potensi optimalnya, maka dia hanya akan menjadi pemain medioker saja. Seorang pelatih yang tepat tidak hanya mengoptimalkan skill sang pemain, tapi juga mampu memberikan serangkaian kritik konstruktif yang sangat dibutuhkan untuk maju kembang kita.

Nah, bagaimana caranya memiliki ketiga elemen di atas. Hanya satu jawabnya: COMMITMENT.

Dibutuhkan komitmen yang luar biasa bagi seseorang yang ingin sukses.Mayoritas orang hanya memiliki interest alias "ketertarikan" namun bukan komitmen. Mencari knowledge butuh komitmen, bukan ketertarikan. Bergabung dengan komunitas kelas tinggi perlu komitmen, tidak sekedar ketertarikan. Dan terutama, memiliki seorang coach sangat membutuhkan komitmen, tidak cukup hanya sebatas ketertarikan.

Akhir kata, saya ingin Anda merenungkan pertanyaan ini: Are you a committed person (to your success),  or just interested in being successful?

MERDEKA!!!

Tuesday, August 16, 2011

Highly-recommended book: RATUSAN STRATEGI MARKETING di dalamnya!

Kapan terakhir kali Anda membaca sebuah buku yang benar2 tepat sasaran?

Banyak pemilik bisnis yang saya coach merasa malas untuk membaca buku, meski pun sepenuhnya setuju bahwa membaca sangat bermanfaat.

Rupanya ada beberapa alasan yang mendasari rasa malas membaca tersebut:
1. Memang tidak membangun kebiasaan membaca, sehingga mudah ngantuk kalau baca buku (kita akan bahas solusinya di artikel yg lain).
2. Sudah membaca banyak buku, dan isinya "itu-itu saja" sehingga akhirnya malas mencari buku yangbaru, karena toh (pikirnya) akan tak jauh beda.
3. Isi buku yang tidak membantu, hanya permukaan saja tanpa ada solusi nyata yang bisa dipraktekkan.

Nah, jika alasan Anda adalah nomor 2 dan/atau nomor 3, maka saya 100% merekomendasikan Anda membaca buku "Instant Cashflow" oleh Brad Sugars. Buku ini adalah salah satu buku favorit saya, yang sudah saya baca berulang kali dari depan sampai belakang (sedikitnya 11 kali) dan setiap kali membacanya saya selalu mendapatkan ide-ide segar tentang marketing praktis, yang bisa segera saya terapkan (baik di perusahaan saya sendiri mau pun dalam perusahaan2 milik klien yang kami coach).

Buku ini sudah diterjemahkan (dengan terjemahan yang sangat baik) dalam Bahasa Indonesia, namun saya pribadi tetap lebih menyukai versi aslinya dalam Bahasa Inggris.

Kebetulan di kantor kami masih memiliki persediaan buku ini. Jika Anda membutuhkan silakan email kami ke surabaya@actioncoach.com

Have a great week!

Siapa yang kenal Anda (dan bisnis Anda)?

Kemarin sore saya mampir ke SPBU langganan untuk mengisi bahan bakar. Sebuah SPBU afiliasi asing yang (menurut saya) sangat nyaman, bersih, dan ramah pelayanannya. Dan sperti biasa, sebelum mulai mengisi mereka selalu menunjukkan terlebih dahulu bahwa "meteran dimulai dari angka nol".

Ketika saya sedang berdiri menunggu di samping mobil, tiba-tiba seorang bapak yang mengendarai sepeda motor mendekati kami. Beliau turun dari motornya dan mendekati saya, menyodorkan secarik kertas sembari berkata "Ini pak, mohon disimpan siapa tahu suatu hari membutuhkan. Terima kasih perhatiannya." Lalu bapak tsb pamit dan naik kembali ke motornya, kemudian berlalu.

Saya baca kertas sederhana berukuran 5 cm x 10 cm tersebut, dan disitu tertera :
PRI
Sopir Berpengalaman
Dalam dan Luar Kota
Hub: (031) 77814570/08813168994
Jl. Pradah Kali Kendal IX/No. 66 Surabaya

Wah, rupanya si bapak sederhana tersebut sedang melakukan marketing. Beliau "menabur" benih yang bisa dituai di kemudian hari. Tanpa banyak biaya, namun sangat efektif. Beliau langsung menyasar target market yang tepat, yakni pemilik mobil yang sedang mengisi bensin di SPBU berkelas.

Jika Anda ingin memiliki pelanggan yang lebih banyak dari hari ini, semua itu bermula dari siapa yang mengenal Anda (dan tentu saja bisnis Anda). Permasalahannya, banyak pemilik bisnis yang terlalu sibuk mengurusi 'bagian dalam dapur perusahaannya' dan melalaikan kegiatan marketing dan penjualan yang memadai.

Perhatikan: Gagal dalam bisnis lebih sering diakibatkan karena tidak adanya pelanggan, sehingga profit minim dan bisnis tidak berkembang, ketimbang kualitas barang dan jasa yang kurang baik.
(Note: bukan berarti saya menyarankan Anda untuk menyediakan layanan yang buruk!)

Dan cara serupa yang dilakukan oleh pak sopir tadi selayaknya pun Anda coba lakukan, dengan konsisten dan tanpa malu dan ragu.

Contohnya, seorang disainer grafis yang saya coach, setiap hari saya tugasi untuk berbicara dengan sedikitnya 2 orang calon pelanggan baru. Karena sang disainer banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja sambil 'nongkrong' di kedai kopi, maka saya minta beliau selalu mempersiapkan 3 set portofolionya per hari. Di sela-sela pekerjaannya, pasti membutuhkan break atau istirahat sejenak. Nah, ketika rehat itu lah saya minta beliau berdiri dari meja kopinya, lalu mendekati pelanggan di meja sebelah sambil menyodorkan portofolionya seraya berkata "Mohon maaf, saya seorang disainer grafis, dan saya ingin memberikan contoh portofolio karya saya, barangkali suatu hari Anda atau rekanan Anda membutuhkannya. Selamat menimati kopi Anda. Terima kasih.".

Tak jarang justru sang 'prospek' membalas dengan ramah, karena klien saya tsb selalu berpakaian dengan layak dan bertutur kata halus, dan dari situ dimulailah perbincangan singkat yang kemungkinan mengarah ke penjualan di kemudian hari. 

Dua bulan kemudian, omset naik 20%. Dan setelah bulan ke empat sudah ada kenaikan 88%.

Demikian juga dengan klien kami yang lain, seorang kids party organizer. Beliau saya tugasi untuk setiap hari memperkenalkan diri kepada sedikitnya 3 orang baru.Misalnya ketika bertemu dengan sepasang orang tua usia muda di lift, beliau akan menyodorkan kartu namanya yang didisain full-colour dengan gambar-gambar tokoh kartun yang lucu, sambil berkata "Permisi pak/bu, saya berpengalaman mengorganisir pesta untuk anak-anak, dan ini kartu nama saya. Mohon berkenan disimpan, siapa tahu suatu saat Anda atau kerabat Anda membutuhkannya." Dan tak lebih dari 3 bulan kemudian, jumlah pelanggan beliau melonjak 160% dari sebelumnya.

Nah, kapan Anda akan mulai membuat "dunia" mengenal Anda dan bisnis Anda??
 

Friday, August 12, 2011

Why people fail to be( rich and) succesful...

Dua minggu terakhir ini perusahaan kami sedang sibuk melaksanakan rekrutmen team member baru. Dan salah satu tugas saya adalah ikut serta dalam berbagai proses wawancara kerja tersebut, termasuk menilai dan menganalisa berbagai perilaku para pelamar.

Secara sederhana saya menghitung dan muncullah statistik ini...
1.2% dari para pelamar tsb HIGHLY-QUALIFIED dan kami senang sekali bertemu mereka...
3.1% pelamar QUALIFIED, dan layak diberi kesempatan untuk tatap muka berikutnya...
16.6% pelamar LUMAYAN -- not bad, but not special either...
79.1% pelamar.... hmmm, (mudah-mudahan tidak ada yang tersinggung) memiliki kualitas (jauh) di bawah rata-rata, dan bahkan kami selaku tim pewawancara seringkali merasa buang-buang waktu saja bertemu mereka.

Yang lebih menarik lagi, setelah diteliti secara lebih menyeluruh... Ada beberapa kesamaan perilaku yang kami temukan di kelompok 70.1% tersebut...
- datang terlambat
- tidak mengenakan pakaian yang representatif selayaknya untuk wawancara kerja profesional
- suka pindah-pindah kerja
- menanyakan beberapa pertanyaan seperti... "sabtu masuk kerja gak?" "ada uang lembur gak?" "berat tidak targetnya?" dan sejenisnya.
- mengaku mudah jenuh, down, putus asa dan selalu membutuhkan bantuan pihak luar untuk memotivasi dan meningkatkan semangatnya.
- hanya bisa perform jika lingkungan kerja mendukung (dan bukan sebaliknya: mampu menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik dengan kehadirannya)

Wah, rupanya ada resep manjur untuk terus menjadi pekerja yang biasa2 saja, tidak sukses, dan tidak kaya...

Anda mau mencoba?



Bisnis Itu Menyenangkan... (tapi tidak semua orang bisa bersenang2 di dalamnya!)

Saya sangat mencintai dunia kewirausahaan. Banyak tantangan yang "tidak masuk di akal" dalam dunia entrepreneurship, yang bila berhasil ditaklukkan akan memberikan reward yang luar biasa.

Tidak berhasil menaklukkan pun, bukan berarti kalah, justru bisa memetik pelajaran terbaik untuk menghadapi tantangan di masa depan. Salah seorang mentor saya menyebut bahwa "Whatever doesn't kill you will make you stronger." Dan saya sangat setuju dengan pendapat beliau tersebut.

Namun anehnya, di tengah permainan yang demikian menyenangkan, menggelora dan menggairahkan ini --- Saya justru banyak mendapati business owner yang stress dalam bisnisnya! Hmm... bukankah ini menarik? Saatnya bermain malah cemberut.

Nah, rupanya akarnya cuma satu hal... TIDAK PROFIT!
Siapapun dia, kalau tidak mendapat apa yang diinginkan tentu lama kelamaan akan jenuh dan stress.

Sebaliknya, seberat apa pun medan permainan, asal menghasilkan, maka tidak akan terasa lelah justru semakin bergairah.

Sekarang pertanyaannya? Sudahkan Anda tahu bagaimana menghasilkan profit yang sehat dalam bisnis Anda sehingga mudah bersenang-senang dan senantiasa bersemangat???