Tuesday, December 20, 2011

Hentikan Menjual Produk Anda, SEKARANG!!!

Banyak business owners datang kepada saya dengan satu pertanyaan kunci, "Bagaimana caranya untuk tetap menjadi pilihan utama pelanggan di tengah-tengah lautan kompetisi yang makin ketat (dan terkadang dirasa makin tidak sportif)?"

Rupanya banyak pelaku bisnis yang mulai mencemaskan turunnya loyalitas pelanggan, yang pada ujungnya akan mengarah ke salah satu dari dua hal berikut:
A) Anda kehilangan pelanggan karena mereka memutuskan untuk berpaling kepada kompetitor, atau
B) Pelanggan tersebut tetap memilih Anda, namun Anda harus senantiasa overservice dan pada saat yang sama underpaid karena selalu ditekan untuk memberikan harga termurah dan dibanding-bandingkan (bahkan diancam) dengan price list pesaing Anda.

Ya atau ya??

Saya baru saja selesai membaca dan meletakkan majalah Fortune edisi awal Desember 2011 di meja ruang keluarga ketika teringat pertanyaan dan kecemasan para klien saya tersebut. Kebetulan sampul muka dan berita utamanya adalah tentang Howard Schultz, CEO Starbucks, yang terpilih sebagai The 2011 Business Person of The Year oleh majalah tersebut.

Saya tidak akan menceritakan ulang tentang sepak terjang Mr. Schultz dan kedigdayaan Starbucks Coffee Company di artikel kali ini. Toh sudah terlalu banyak tulisan tentang figur mereka yang bisa Anda dapatkan dari berbagai sumber. (Salah satu rekomendasi saya adalah buku berjudul Onward, sebuah memoir yang ditulis langsung oleh Howard Schultz tentang keberhasilan Starbucks lepas dari belenggu krisis bisnis 2008 dan melesat kembali ke puncak hanya dalam waktu kurang dari 3 tahun).

Namun saya ingin mendiskusikan beberapa business wisdom yang telah berhasil mendongkrak kinerja Starbucks dan menjadikan perusahaan tersebut tetap sebagai pilihan utama pelanggan, meskipun mereka menjual dengan harga premium di tengah-tengah maraknya persaingan kedai kopi yang menjamur belakangan ini.

Howard Schultz, CEO, Starbucks
Salah satu pernyataan yang pernah diungkapkan oleh Howard Schultz adalah "Starbucks bukan menjual kopi." Hmm... isn't that interesting?? Sebuah perusahaan kopi ternama tidak mau mengakui kalau mereka jualan kopi!

Tapi, kalau kita cermati, lebih lanjut, nyata lah bahwa pernyataan sang CEO tersebut benar adanya, dan telah menjadi sebuah culture bagi seluruh karyawan Starbucks (yang dengan bangga mereka sebut sebagai "partner") di seluruh dunia, bahwa Starbucks tidak (hanya) menjual kopi, melainkan:

1. Trust
Menurut Mr. Schultz, inilah single factor yang akhirnya merubah para pembeli mereka menjadi pelanggan fanatik. Ya, para penikmat kopi ini percaya sepenuh hati bahwa Starbucks mencurahkan segenap tenaga dan upaya mereka untuk menyediakan hanya kopi terbaik bagi pelanggannya.
Dan lebih jauh lagi, rasa saling percaya tersebut bukan hanya dibangun dengan para pelanggan, melainkan juga para supplier, termasuk para petani kopi di berbagai negara.
Hal ini akhirnya menjamin roda bisnis Starbucks senantiasa lancar berputar karena mampu mendapatkan pasokan bahan baku kualitas terbaik dengan kuantitas stabil setiap saat.

2. Human-to human relationship
Manajemen tertinggi perusahaan benar-benar berusaha membangun sebuah budaya kerja saling menghargai dan saling mendukung antar karyawan ("partner"). Akibatnya  hubungan antar karyawan menjadi harmonis dan loyalitas menjadi sangat tinggi. Starbucks bahkan dianggap sebagai salah satu dari The Best Company to Work For oleh banyak kalangan.
Bukan hanya itu, suasana yang kondusif di tempat kerja tersebut akhirnya "menular" ke cara para barista  memperlakukan pelanggan. Ya, mereka ingin agar para pembeli tidak merasa sedang bertransaksi bisnis, melainkan sedang "mengunjungi teman" ketika mampir di kedai kopi Starbucks.
Nah, saya juga banyak melihat contoh business owner yang mengadopsi prinsip "berteman dengan pelanggan" ini, namun kurang berhasil. Kenapa? Karena suasana tersebut tidak dibangun dari workplace dan bukan menjadi sebuah culture, melainkan hanya kulit luar belaka.

3. Experience
Kombinasi dari faktor [1] dan [2] di atas yang akhirnya melahirkan The Starbucks Experience yang banyak dikaji oleh para pakar manajemen bisnis dan dijadikan studi kasus di puluhan Business School di berbagai negara.

Fenomena yang terjadi adalah para pembeli datang ke gerai Starbucks bukan untuk minum kopi, melainkan untuk menikmati pengalaman dan suasana yang (menurut mereka) mendamaikan hati.

Howard Schultz mencanangkan bahwa setiap gerai Starbucks harus menjadi "the third place" bagi pelanggan, di mana setiap orang menemukan tempat ketiga setelah rumah dan kantor. Tempat mereka melepaskan himpitan beban dan kepenatan hidup untuk sejenak mendapatkan The Starbucks Experience. (Perhatikan: bukan untuk mendapatkan secangkir kopi, melainkan sebuah pengalaman.) Luar biasa!

Nah, satu hal yang bisa kita pelajari adalah jika bisnis Anda tetap hanya menjual barang atau jasa semata, maka Anda akan berkutat di kubangan yang salah dan  jebakan persaingan harga serta perebutan pelanggan akan tidak terhindarkan. Kondisi ini lah yang di kemudian hari berpotensi untuk "membunuh" bisnis yang sudah Anda rintis dengan susah payah.

Maka, salah satu pertanyaan yang penting untuk Anda temukan jawabnya agar bisnis menjadi tambang emas yang berkelimpahan adalah, "Bagaimana caranya agar  (perusahaan) saya dapat merubah cara pelanggan berpikir, dan menikmati layanan produk/jasa saya bukan hanya sebatas komoditi yang saya jual?"

Enjoy your week, have a great business!

HB.

Wednesday, November 23, 2011

Penting: Bisnis Stagnan & Gagal Berkembang Hanya Karena Sumpit!

Suatu sore saya dan istri memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan berkendara mobil untuk sekedar jalan-jalan berkeliling sekitar lokasi tempat tinggal kami. Maksudnya untuk mencari udara segar, sekaligus menjalani quality time sebagai pasangan, dengan ngobrol santai banyak hal sembari jalan-jalan.

Di tengah perjalanan kami melewati sederetan kios penjual makanan, dan memutuskan untuk berhenti di lokasi tersebut dan melihat-lihat apakah ada makanan yang cocok dengan selera. Kami turun dan mulai hunting...nasi uduk..nasi goreng...soto ayam... Dan akhirnya kami putuskan untuk coba makan mie ayam saja.

Kami masuk ke kedai tersebut, duduk dan memesan makanan. Sambil menunggu saya iseng mengamati berbagai sudut aktifitas di warung tersebut, termasuk perilaku si abang penjual mie ketika meracik dan menyiapkan pesanan pelanggannya.

Satu hal yang menarik perhatian, ternyata si penjual mie tersebut tidak bisa "mengoperasikan" sumpit dengan baik! Alih-alih memakai sumpit seperti lazimnya, dia memegang satu batang di tangan kanan, batang yang lain di tangan kiri, dan mulai mengaduk mie dan bumbu di setiap mangkok sebelum disajikan ke pemesannya!

Wah, padahal kan 99.9% penikmat mie (dalam bentuk apa pun) pasti akan menggunakan sumpit untuk menyantap masakan tersebut, kok justru si penjualnya tidak terampil pakai sumpit??? Hmm... saat itu juga saya mulai ragu akan rasa mie ayam yang kami beli ini.

Dan benar dugaan saya, ketika akhirnya pesanan tiba di meja kami, setelah satu dua suapan, saya dan istri saling berpandangan dan saling berbisik, "kurang enak, ya?". Dan saya jawab sambil tertawa (tentu saja pelan-pelan), "ya jelas saja, lihat tuh penjualnya aja kurang bisa pakai sumpit, bagaimana bisa bikin mie yang enak??!!"

Nah, dalam bisnis, ini namanya tidak memiliki Basic Delivery Mastery. Artinya tidak menguasai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk memberikan layanan yang baik terhadap pelanggan. Jangan dulu bicara untuk memberikan sesuatu yang "beyond expectation" sebelum menguasai hal-hal fundamental ini.

Jika Anda ingin sukses membuka kursus bahasa inggris, pastikan terlebih dahulu si pengajar mampu cas-cis-cus dengan lancar (baik secara logat, tata bahasa, dan kosa kata). Kalau Anda  mau memiliki bengkel mobil yang paling panjang antreannya, seharusnya para montir yang Anda pekerjakan mampu membongkar-pasang mobil dengan cepat. tangkas, rapi dan tepat guna. Demikian juga untuk bidang-bidang usaha yang lain, prinsip yang sama pun berlaku.

Nah, jika dan hanya jika Basic Delivery Mastery dikuasai dengan baik, Anda dapat melakukan upgrade bertahap untuk akhirnya bisa "melampaui ekspektasi pelanggan", "menjadi pemimpin pasar", dan "bebas dari perang harga".

Banyak business owners ingin sukses, tapi berpikir instan. Langsung laris. Langsung kaya. Langsung mendominasi pasar. Tapi tidak memperhatikan hal-hal dasar yang akan menjadi landasan sukses sebuah bisnis. Tentu saja kita harus bermimpi besar dan berambisi yang paling tinggi, tapi perjalanan seribu kilometer dimulai dengan langkah-langkah awal yang benar.

Nah, sudahkah perusahaan Anda menguasai "sumpit"-nya dengan baik dan benar?

Have a great day, and a funtastic business!
HB.

Saturday, November 19, 2011

Apa Hubungan Sukses Bisnis dan Ikan Mas Koki?

Apakah Anda seorang penggemar ikan hias, terutama ikan mas koki? Jika ya, tentu tingkah polah binatang peliharaan yang lucu ini tidak asing lagi bagi Anda. Dan kalau pun Anda bukan penggemar ikan mas koki, paling sedikit pasti pernah meilhat teman atau kerabat yang memelihara sekelompok ikan mas koki di akuariumnya.

Nah, ketika ada salah satu ikan di akuarium tersebut yang mati, respons pertama kita seringkali adalah bertanya, "sudah diberi makan belum tuh ikannya?".

Benar kan?

Kita paling sering menghubungkan matinya ikan hias atau binatang peliharaan lainnya dengan lupa memberi makan, kurang makan, salah makan, pokoknya segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan, atau kesalahan yang berkaitan dengannya.

Saya juga penggemar ikan hias dan memiliki sebuah akuarium berisi ikan mas koki. Suatu hari karena harus bepergian ke luar negeri, saya dan keluarga meninggalkan rumah untuk beberapa waktu. Meski pun kami sangat menikmati perjalanan tersebut, beberapa kali kami mengkhawatirkan kondisi ikan hias di rumah yang tidak diberi makan selama hampir 2 minggu. Bahkan kami pun sudah "mempersiapkan mental" ketika pulang nanti mungkin ikan-ikan tersebut sudah mati semua. Maka betapa terkejut (dan gembira) kami, pada waktu kami tiba di rumah, membuka pintu, ternyata sebelas ekor ikan mas koki kami masih utuh tanpa mati satu pun. Hmm.. isnt't that interesting???


Fakta menarik, meskipun memang sebagian kecil matinya ikan hias disebabkan oleh kurang makan, tapi ternyata penyebab terbesarnya adalah buruknya kondisi air akuarium tersebut, yang mengakibatkan ikan tidak bisa bertahan hidup. Bisa jadi karena kondisi asam-basa air, bakteri dan lain sebagainya. Kalau pun tidak menyebabkan kematian, air yang rendah kualitasnya mengakibatkan pertumbuhan ikan jadi terhambat, kerdil, cacat, tidak "keluar" keindahan warnanya, dan lain lain. Rupanya kondisi lingkungan lah yang paling menentukan keberhasilan tumbuh-kembang bahkan kemampuan bertahan hidup sang ikan.

Lalu,pelajaran apa yang bisa kita petik dari si ikan mas koki ini?

Keberhasilan tumbuh-kembang, baik untuk pribadi kita mau pun untuk bisnis kita, tidak bisa tidak sangat ditentukan oleh LINGKUNGAN sekitar kita. Dengan siapa kita bergaul membentuk pola pikir kita. Pola pikir kita menuntun kepada keputusan-keputusan yang kita ambil (dan tidak kita ambil). Keputusan tersebut berakibat langsung kepada tinggi rendahnya hasil yang akhirnya kita raih.

Singkatnya: LINGKUNGAN -- POLA PIKIR -- KEPUTUSAN -- HASIL

Beberapa tahun yang lalu, ketika di akhir tahun saya sedang menyusun target pribadi (dan bisnis) untuk tahun berikutnya, salah satu target saya adalah "mencetak Rp. 1 milyar pertama saya." Dan ketika saya konsultasikan hal ini kepada coach saya, (ya, saya juga memiliki pelatih!) hal pertama yang beliau tanyakan adalah bukan "bagaimana caranya" melainkan "saat ini berapa banyak milyarder yang sudah mengelilingi kamu?" dan "berapa banyak dari orang sukses yang siap bertukar pikiran denganmu setiap saat?". Dan ketika saya jawab "belum ada", maka tanggapan coach saya tersebut adalah: "Go and find ones! It will be nearly impossible to reach your goal if you are not surrounded by the right people. Your environment determines your future!"


Anthony Robbins pernah berujar bahwa, "Saya bisa meramal masa depan Anda sepuluh tahun dari sekarang, cukup dengan berbicara dan menilai tujuh orang yang paling sering bergaul denganmu."

So, have you chosen your friends (and environment) wisely?

Have a great weekend everyone!
HB.

Tuesday, October 18, 2011

Business & Leadership Lesson From Mr. Jusuf Kalla

Bulan lalu saya mendapat kesempatan istimewa untuk bertatap muka dan belajar langsung dari Bapak Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI dan pengusaha sukses kenamaan yang dimiliki negara ini.

Buku catatan yang saya bawa sampai penuh sesak dengan berbagai macam ide dan wisdom bisnis, kepemimpinan, dan kenegaraan yang beliau uraikan secara lugas dan sangat practical dalam waktu sekitar 90 menit tersebut.

Akan tetapi karena keterbatasan ruang penulisan, kali ini saya akan sharing salah satu pelajaran terpenting yang wajib Anda ketahui selaku business owner/business leader.

Sebagai seorang pelatih bisnis (business coach) saya bertemu belasan bahkan puluhan business leaders setiap minggu. Dan rata-rata businesspeople mengeluhkan beberapa hal yang hampir sama. Salah satu keluh kesah para pebisnis adalah ketidakmampuan SDM perusahaannya untuk mengeksekusi business plan dengan baik dan sesuai target.

Salah seorang klien, yang merupakan eksekutif perusahaan terkemuka tanah air, menyatakan, "Semua strategi sih sudah tergambar jelas di kepala saya, coach. Masalahnya...orang-orang saya tuh ga kompeten dan tidak mampu melaksanakannya. Problem saya bukanlah what to do, saya sudah paham betul apa yang harus dilakukan. Letak weak-link nya adalah di who does it... mereka ini payah semua!"

Nah, saya belajar dari pak JK, bahwa anak buah tak pernah salah. Kalau sampai terjadi bottle-neck, maka yang harus "ditembak mati" adalah pemimpinnya.

Nah, untuk menghindari terjadinya hambatan dan kebuntuan terlaksananya strategi dan rencana, seorang pemimpin wajib memiliki dua skill kunci ini:

1. Defining Clear Objectives.
Seorang pemimpin harus mampu memberikan arahan yang jelas, sederhana, dan terukur kepada anak buahnya. Sedemikian jelas dan terukur sehingga tidak mungkin tidak dipahami. Sesuatu yang dimengerti akan mudah dilaksanakan, dan akhirnya meraih hasil yang diinginkan.

Arahan yang ruwet dan tidak terukur hampir pasti berujung kepada tidak terlaksananya perintah tersebut, atau yang lebih parah lagi, terlaksana setengah-setengah dengan banyak kesalahan di sana-sini. Akibatnya, sang pemimpin harus kerja dua kali untuk mengkoreksi kesalahan anak buahnya.

2. Influencing People.
Secara khusus yang dimaksud adalah kemampuan untuk mempengaruhi (bukan memaksa) anak buah Anda untuk melakukan hal yang tidak mereka sukai demi tercapainya tujuan bersama.

Untuk mencapai tujuan harus ada tindakan yang selaras dengan arah tujuan tersebut. Permasalahannya, tidak semua action list tersebut mudah dan nyaman dilaksanakan. Banyak orang akhirnya ragu-ragu bahkan menolak bertindak karena apa yang harus dikerjakan berada di luar comfort zonenya.

Nah disinilah diuji kepiawaian sang pemimpin untuk membuat orang mau melakukan apa yang tidak nyaman demi mencapai hasil yang menguntungkan semua pihak. Bagaimana seseorang dapat mengorbankan ego untuk kepentingan yang lebih besar dan jangka panjang.

Dan yang terpenting... setelah melakukan 2 hal tersebut seorang pemimpin harus berani untuk tidak ikut campur dalam pekerjaan anak buahnya, namun juga berani bertanggung jawab akan kesalahan anak buahnya seandainya terjadi sesuatu yang salah dan merugikan.

Saya yakin ilmu kepemimpinan ala Jusuf Kalla ini bermanfaat untuk Anda. Selamat berlatih dan mempraktekkannya!

Salam FUNtastic!
HB.

The 4C's of Leadership

Leadership is like diamond in many ways. 
It's priceless. It's hard to find. It takes great effort to shape it. 
And most of all, a great leader make the whole organization shines, 
just like what a diamond does to the whole package of jewelry.
~ Han "Tiger" Budiyono ~



Kepemimpinan.

Ini adalah satu kata yang menjadi tema sentral berhasil (atau gagalnya) organisasi apa pun, termasuk bisnis Anda.

Lupakan dulu tentang teknologi produk. Itu bisa dibeli. Jangan dulu bicara tentang kecanggihan ilmu pemasaran dan kecantikan kemasan. Hal tersebut mudah ditiru. Apalagi jika hanya mengandalkan harga murah dan hubungan semu dengan pelanggan, jangan harap bisnis Anda bisa tetap eksis untuk waktu yang lama.

Bentuklah kepemimpinan dalam bisnis Anda, maka Anda membangun a profitable and sustainable business.

Ada satu orang bijak yang pernah mengajar saya bahwa membentuk pemimpin adalah tanggung jawab seorang pemimpin. Creating leaders is the job-description of a leader. Karena kecuali sang pemimpin menyiapkan regenerasi, pertumbuhan perusahaan akan berhenti di tangannya, dan bisnis hanya akan mampu melaju sejauh isi kepalanya saja.

Nah, bagi Anda penggemar diamond, Anda pasti hafal betul dengan istilah-istilah Cut, Color, Carat dan Clarity, atau lazim disingkat sebagai 4C. Ya, 4C adalah patokan alias parameter pengukuran sebutir berlian, untuk menentukan, apakah berlian tersebut bernilai $ 100 atau $ 100,000,000.

Rupanya, 4C adalah satu lagi kesamaan antara diamond dengan leadership. Kualitas kepemimpinan pun dapat diukur menggunakan 4C, yang terdiri dari Competency, Care, Commitment, dan Consistency.

1. Competency
Ini adalah ukuran pertama dan mendasar seorang pemimpin. Bukan berarti sang pemimpin harus memiliki kemampuan super dan mampu menyelesaikan semuanya seorang diri (dan pemimpin tipe ini justru akan menjadi kontra-produktif), namun dia wajib memiliki kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk getting things done. Tanpa kompetensi yang cukup, seorang pemimpin akan sulit meraih respect dari anak buahnya. You need to lead by example and walk your talk. Otherwise people will only obey you because of your position, not because they're inspired.

2. Care (for People)
A great leader loves to work with people. Period.
Syarat mutlak seorang pemimpin sejati adalah kecintaan bekerja dengan manusia dan ambisi yang senantiasa menyala untuk membangun sosok yang dipimpinnya menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Pemimpin yang hanya mampu mengelola benda mati (angka, mesin, dsb) bukan lah buruk, tapi dia tidak akan bertransformasi menjadi great leader, melainkan hanya akan menjadi sebatas great manager.

3. Commitment
Ini lah faktor yang membedakan berlian dengan batu plastik bersinar. Satu orang dengan commitment lebih berharga dari seribu orang dengan interest. Sangat mudah untuk menyatakan ingin maju, ingin sukses, ingin kaya. Tapi hanya satu perseribu yang benar-benar mau membayar harga untuk maju, sukses, dan kaya. Itulah mengapa banyak orang bermimpi dan hanya segelintir yang mampu mewujudkan impiannya.
Saya mendefinisikan "commitment" sebagai sebuah sikap mental yang mau memberikan 100% (bukan 99% atau kurang) sampai meraih sukses (bukan sampai "lelah", bukan sampai "bosan", tapi sampai berhasil).

4. Consistency
C yang terakhir ini adalah penentu apakah sang leader mampu membawa organisasi yang dipimpinnya melewati berbagai jenis tantangan jaman. Orang payah akan lesu setiap saat. Orang biasa (menengah) sempat semangat berkobar-kobar tapi mudah padam dalam waktu singkat. Pemimpin sejati mampu mempertahankan optimisme dan sikap positifnya setiap saat di berbagai kondisi yang ada. Kepemimpinan bisa digambarkan sebagai lomba marathon. Hanya mereka yang memiliki durability yang akan menyelesaikan keseluruhan 42 km. Dan banyak pelari "amatiran" yang segera melesat di depan di awal-awal lomba, namun kelenger dan mundur tak lama setelah lomba berlangsung.

So, bagaimana skor kepemimpinan diri Anda?
Sudahkah Anda membentuk bisnis Anda sebagai ladang kepemimpinan?
Berapa banyak tenaga dan waktu yang sudah Anda curahkan untuk pengembangan kualitas SDM di perusahaan Anda?

Jawaban Anda akan tiga pertanyaan di atas akan significantly menenentukan masa depan perusahaan Anda.

Have a great business!
HB.

Monday, October 17, 2011

What Really Drives Your Product Value and Sell-Ability?

4 Oktober 2011 - CEO Apple, Tim Cook, memimpin peluncuran IPhone 4S di headquarter perusahaan di Cupertino.

Penampilan perdana produk terbaru Apple Inc. tersebut menuai banyak kekecewaan khalayak karena dua sebab: pertama, gaya presentasi Tim Cook yang membosankan jauh di bawah kharisma pendahulunya, Steve Jobs. Dan kedua, dan ini alasan yang lebih dominan- karena penggemar benar-benar tengah menantikan IPhone disain terbaru yang lebih tipis dengan layar lebih lebar, yang rumornya akan diberi nama IPhone 5. Dan ketika yang muncul "hanya" IPhone 4S, tentu rasa kecewa menghinggapi para pelanggan yang telah menunggu berbulan-bulan.

Para pengamat segera melabel peluncuran tersebut sebagai sebuah flop. Beberapa memprediksi bahwa era keunggulan (winning-edge) Apple telah berakhir, dan para pesaing yang berbasis Android akan segera mengambil alih market-share Apple tahun ini juga.

5 Oktober 2011 - Satu hari setelah launching yang mengecewakan tersebut, tersiar kabar bahwa Steve Jobs, sang mastermind di balik lahirnya IPod, IPhone dan IPad berpulang karena pemyakit kanker yang telah lama menyerangnya. Serta merta penjualan IPhone 4S (yang hanya satu hari sebelumnya diprediksi menuju ke jurang) bak melesat ke langit ke tujuh. Dalam 24 jam pertama angka penjualan menembus 1,000,000 unit. Antrean pembeli dilaporkan menumpuk di tujuh negara di mana IPhone 4S diluncurkan, dan daftar-pesan di negara-negara lain membludak luar biasa. Bahkan para pembeli rela menebus IPhone seri terbaru itu sampai 7 kali lipat harga aslinya melalui para calo.

Steve Wozniak, atau akrab dipanggil Woz,  co-founder Apple Inc. turut meramaikan berita dengan ikut heboh mengantre di salah satu Apple Store di Los Gatos, California. Woz bahkan rela datang semalam sebelumnya dan menginap di depan pintu toko demi mendapatkan nomor urut pertama.

Bagaimana kita menjelaskan peristiwa ini?

Sederhana. Mulai tanggal 5 Oktober 2011 dan seterusnya para pelanggan bukanlah membeli sebatang gadget canggih semata, melainkan kombinasi dari memori, sentimen, kekaguman, fanatisme dan rasa duka akan berpulangnya Steve Jobs, yang bercampur jadi satu menjadi added-value yang luar biasa. Para penggemar bahkan memberi nickname baru untuk IPhone 4S, yakni "IPhone For Steve".

Isn't that interesting???

PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN OLEH PARA PEBISNIS...
Tahukah Anda, bahwa keputusan manusia hanya 20% dipengaruhi logika dan 80% sisanya adalah faktor emosi? 

Sadarkah Anda, bahwa para pelanggan Anda pun menimbang dan memutuskan menggunakan komposisi yang sama? 

Dan sudahkah Anda mengemas produk atau layanan Anda dengan balutan emotional benefit yang cukup untuk mendongkrak nilai jual (dan harga jual)nya?

Apakah Anda meluangkan cukup waktu untuk memahami pelanggan Anda untuk menemukan apa yang benar-benar menjadi keinginan terdalam mereka?

Dan benarkah Anda telah mencurahkan segala energi, daya dan upaya untuk menghasilkan produk dan layanan yang mampu menjawab tuntas harapan pelanggan Anda tersebut?

Have a great business, and keep it profitable!

Regards,
HB.

Sunday, October 2, 2011

The Jackie Chan Lesson for Entrepreneurs

Saya mengisi waktu santai minggu sore kali ini dengan membuka-buka foto-foto travelling saya bersama istri. Memang jalan-jalan adalah salah satu hobby kami yang paling menyenangkan. Akhirnya perhatian saya jatuh ke sebuah gambar dimana kami sedang mengunjungi Victoria Peak di Hong Kong. Tampak di kejauhan adalah rumah kediaman bintang film kenamaan Hong Kong dan Hollywood, Jackie Chan.

Jackie Chan, yang di tahun 2011 ini berusia 57 tahun, memulai karirnya pada tahun 1976 atas prakarsa seorang  produser bermana Willie Chan. Sang produser yang sangat terkesan dengan kepiawaian bela dirinya itu memproyeksikannya sebagai "pengganti" Bruce Lee melalui film "New Fist of Fury".

Gayung bersambut, kebetulan Jackie Chan sendiri adalah big fan Bruce Lee. Maka dia pun berlatih lebih keras sambil mati-matian mempelajari gaya sang idola, dan berusaha menjadi semirip mungkin agar sukses mendapat predikat "The New Bruce Lee".

Meskipun debutnya tidak bisa dibilang gagal, tapi breakthrough sesungguhnya dari karir Jackie Chan adalah ketika dia bermain di film "Snake in the Eagle's Shadow". Dalam film tersebut Jackie berimprovisasi, memadukan unsur komedi dan beladiri. Dan kita sama-sama tahu bahwa "kung-fu jenaka" itulah yang akhirnya menjadi trade-mark Jackie Chan hingga hari ini dan berhasil membawanya menjadi multi-bilyuner serta meraih begitu banyak penghargaan. Jackie Chan bahkan menjadi artis Asia pertama yang mendapat kehormatan untuk dipatri namanya di Hollywood Walk of Fame.

Dalam dunia bisnis, bukankah situasi ini sering terjadi?

Sama seperti Jackie Chan akhirnya meraih sukses sejatinya dengan berani menjadi diri sendiri, sebuah perusahaan hanya bisa breakthrough ketika dia memutuskan untuk tidak lagi menjadi pengekor dari perusahaan lain yang sukses dan mulai menentukan keunikan dan kekuatannya sendiri.

Persoalannya, mayoritas pemilik bisnis memiliki mentalitas peniru. Banyak orang terlalu malas untuk berpikir dan memutuskan untuk mengambil jalan singkat, yakni membajak ide, membajak pelanggan, atau  membajak karyawan perusahaan lain. Istilah "inovasi" seringkali diterjemahkan sebagai menjiplak apa yang sedang trend di pasar dan mengakuinya sebagai ide kreatif ciptaan sendiri. Hmm.. isn't that ineteresting..?

Ada orang bertanya, kalau memang mendompleng saja sudah bisa hidup, ngapain repot-repot berinovasi?

Ada sedikitnya 3 faktor yang menghambat perusahaan-perusahaan imitator tersebut untuk meraih real breakthrough dan sustainable success, yakni:

1. Brand-Recognition yang lemah.
Berdasarkan survey, ditemukan fakta bahwa orang menghargai sang nomor satu rata-rata 6-8 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan si nomor dua, dan 16 kali jika dijajarkan dengan si nomor tiga. Artinya, berada sebagai top of mind pelanggan adalah sebuah leverage besar yang merupakan keuntungan yang luar biasa bagi bisnis Anda. Meraih posisi nomor 2 hanya menghasilkan "efek suka" 1/6 atau 1/8 dibandingkan menjadi juara.

2. Tidak mampu meraih profit yang sehat bagi tumbuhnya perusahaan.
Mengapa perusahaan imitator sukar tumbuh? Sebagai "pengekor" Anda selalu dituntut untuk memberikan layanan lebih dibanding sang nomor satu, namun harus menjual dengan harga (jauh) lebih murah. Akibatnya sudah pasti profit margin Anda tergerus dibanding pemimpin pasar. Dengan laba yang lebih tipis, sulit untuk mengalokasikan cukup dana bagi pengembangan bisnis. (Note: perusahaan-perusahaan terbaik di dunia selalu mengalokasikan dana yang tidak kecil untuk research & development, people education, dsb.)

3. Mudah terjebak dalam comfort-zone semu.
Secara alamiah pandangan sang pengekor akan selalu tertuju kepada yang dibuntutinya. Coba pikirkan, jika Anda berlari dalam sekelompok manusia dan Anda tidak berada dalam posisi memimpin kerumunan tersebut, maka satu-satunya "pemandangan" Anda hanyalah punggung pelari di depan Anda. 
Situasi ini sering menyebabkan sang pengekor "lupa" berinovasi dan mudah merasa takut kehilangan apa yang telah diraihnya, yang pada akhirnya membuat dia terjebak dalam zona nyaman. Sayangnya zona kenyamanan tersebut seringkali bersifat semu, dan perlahan-lahan akan membawa perusahaan ke jurang kejatuhan.

WHAT TO DO NOW?
HOW CAN A BUSINESS COACH HELP?

Nah, bagi Anda yang memang bercita-cita membangun bisnis yang berkualitas, saya punya hadiah istimewa. Di bawah ini tertera beberapa coaching questions yang saya sering ajukan kepada para business owners. Jika Anda mampu menjawabnya dengan full-clarity, niscaya keberhasilan akan menjadi milik Anda.

1. Apa yang menjadi kekuatan-utama Anda?
2. Apa yang menjadi kekuatan-pendukung Anda?
3. Siapa sebenarnya basis pelanggan setia Anda? Rumuskan dengan sangat detail.
4. Apa frustrasi mereka yang sebenarnya, yang apabila Anda "tutup" akan membuat mereka sangat puas?
5. Bagaimana menyediakan produk/layanan untuk memenuhi pertanyaan no. 4 diatas?
6. Apa yang harus Anda benahi dalam 3 bulan, 1 tahun, dan 5 tahun agar bisa mewujudkannya?

Have fun and build yourself a world-class business!

Best Regards,
HB.

Friday, September 16, 2011

"Cool? Make it cooler.
Fast? Make it faster."
Steve Jobs

Steve Jobs (atau sekarang namanya menjadi "Steve Jobless") pensiun sebagai CEO Apple Inc.dengan  menempatkan perusahaan tersebut sebagai yang terbesar ke-2 di seluruh dunia. Hanya perusahaan minyak Exxon yang melampaui ukuran Apple saat ini.

Dan prestasi tersebut dilakukan dengan sangat cantik, disertai banyak filosofi dan keputusan bisnis yang nyeleneh di luar kebiasaan banyak pebisnis yang lain. Alhasil, Apple Inc. bukan hanya "menciptakan" produk-produk, namun jauh di atas itu, mereka mentransformasi pasar dan industri secara keseluruhan.

Salah satu "kebiasaan" Steve Jobs adalah melakukan kanibal terhadap produknya sendiri. Mereka terus menerus menciptakan inovasi baru yang membunuh inovasi sebelumnya. For the record, produk yang "dimakan" tersebut seringkali juga adalah sebuah mega-hit, produk yang sangat sukses di pasaran.

Anda pasti masih ingat, ketika Ipod sedang merajai pasar pemutar musik dunia dengan worldwide market-share lebih dari 65%, dengan entengnya mereka meluncurkan IPhone. IPod dikerdilkan dengan hanya menjadi sebuah ikon kecil di sudut kiri bawah layar IPhone. Pangsa pasar Ipod, meskipun tidak habis total, tergerus secara signifikan oleh "adik"nya sendiri.

Isn't that interesting??

Nah, sekarang mari kita bahas bisnis Anda.

Seberapa sering kita justru terjebak dalam kesuksesan masa lalu kita. Salah seorang teman baik dan mentor saya Keith Cunningham pernah menegaskan bahwa "Success breeds complacency." Kesuksesan seringkali melahirkan kekakuan berpikir dan ketakutan kehilangan, yang akhirnya menuntun kita kepada stagnansi.

Coba simak pandangan mahaguru dan pelatih bisnis/eksekutif terbaik di dunia tentang persoalan ini:

"What gets you here won't get you there." - Marshal Goldsmith

"The enemy of a great business is a good business." - Jim Collins

"Business is either growing - or dying. There can be never a stagnant situation." - Brad Sugars

PR (home-fun) buat Anda: 

Tuliskan segera 10 kesuksesan masa lalu (baik produk, metode, mau pun strategi) yang pernah menghasilkan banyak uang buat Anda, namun tanpa disadari,  telah kadaluwarsa untuk saat ini.

Have a fun weekend!
HB.


Thursday, September 15, 2011

Growing Faster by Controlling Less.

The ability of doing nothing, while achieving many things 
is what separates great entrepreneurs (executives) 
from the busy mediocre self-employed group.
Han "Tiger" Budiyono


William Soerjadjaja, lebih dikenal dengan Om William atau Om Willem, adalah sosok yang banyak dikagumi dan menjadi inspirasi para eksekutif modern. Pendiri Astra International ini diakui kualitasnya sebagai pebisnis unggulan Indonesia yang mampu bersaing di skala internasional.

Berikut adalah sebuah kisah yang sering diceritakan oleh Om William kepada para eksekutifnya, yaitu sebuah petikan wawancara beliau dengan seorang calon karyawan Astra.
Om William: "Kamu bisa pegang mesin?"
(Calon) karyawan: "Tidak om..."
OW: "Wah, sayang banget, tadinya saya mau taruh kamu di pabrik. Kalau begitu, bisa pembukuan?"
CK: "Maaf, tidak juga om..."
OW: "Kalau bisa, saya mau tugaskan kamu sebagai akuntan. Ya sudah, bisa jualan?"
CK: "Wah..apalagi jualan om.. saya juga ga bisa.."
OW" "Hmm...padahal saya ingin taruh kamu di bagian sales atau marketing kita.. Sayang sekali... Ya sudah deh, kalau begitu saya nurut kamu, emang kamu bisanya ngapain?"
CK: "Mmm..ga bisa apa-apa om..."
OW: "Bagus! Kalau begitu saya angkat kamu jadi DIREKTUR!"

Saya tidak tahu pasti apakah kisah tersebut benar terjadi atau hanya guyonan On William saja. Tapi yang jelas, banyak kebijaksanaan yang bisa kita pelajari dari cerita Om William tersebut.

Mayoritas pemilik bisnis adalah control freak. Mereka seringkali tidak tenteram hati kalau tidak turun sendiri dan mengerjakan semuanya dengan kedua tangannya, atau sedikitnya mengawasi jalannya proses dengan mata kepala sendiri. Alasan terbesar yang diungkapkan adalah karena "kalau bukan saya, pasti hasilnya tidak akan sempurna.." atau "belum ada (tidak ada) anak buah saya yang bisa bekerja sebaik saya.." dan kalimat-kalimat sejenis ini.

Namun, berdasarkan pengalaman saya dalam membimbing serta bekerja sama dengan ratusan pemilik bisnis, saya mengambil satu kesimpulan bahwa Growth dan Controls bekerja saling berlawanan. Makin banyak controls makin lambat growth, dan sebaliknya. Itulah yang akhirnya membuat banyak business owners mengeluh bahwa mereka sudah bekerja keras, namun bisnisnya seolah jalan di tempat.

Jika ingin mendobrak "tingkap pembatas" bisnis, ada beberapa business skills yang harus Anda kuasai dengan sangat-sangat baik, yakni:
1. Kemampuan memilih dan merekrut orang yang tepat, 
2. Kemampuan mendelegasikan tugas, dan
3. Kemampuan untuk tidak ikut campur selagi orang kepercayaan Anda menjalankan tugasnya.

The ability of doing nothing, while achieving many things is what separates great entrepreneurs (executives) from mediocre self employed. Banyak orang hanya memiliki busy-ness yang membuatnya sibuk bukan kepalang tapi tidak meraih banyak. Seorang pengusaha unggulan paham betul bahwa "skor" permainan bisnis tidak ditentukan oleh seberapa sibuk Anda, tapi sejauh mana Anda membawa perusahaan Anda melangkah.

Well... are you ready for faster growth?

Have a great week!
HB.

Sunday, August 28, 2011

Bitter Lessons from Arsene Wenger & Arsenal FC.

Arsene Wenger, salah seorang pelatih dan manajer paling sukses di Inggris yang telah memimpin Arsenal selama 15 tahun, baru saja mendapatkan mosi tidak percaya dari para penggemar klub Arsenal. Beliau dinilai tidak becus lagi memimpin Arsenal karena kegagalannya mempersembahkan gelar apa pun selama 7 tahun terakhir (sejak 2004). Puncak kekesalan para penggemar adalah kegagalan Wenger mempertahankan dua pemain terbaiknya Cesc Fabregas yang pindah ke Barcelona, dan Samir Nasri (ke Manchester City).

Yang menarik, Arsene Wenger langsung mendapat pembelaan dari pelatih dan manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson. Sir Alex menyebut para fans sebagai "tak tahu terima kasih" dan melupakan jasa Wenger sebagai pelatih terbaik Arsenal. "Coba beritahu saya, siapa pelatih Arsenal yang lebih baik ketimbang Wenger?" demikian tantangnya. "Arsenal tidak mundur, namun saat ini muncul kompetitor-kompetitor baru yang merubah peta persaingan, yakni Chelsea dan Manchester City."
Bagi Anda penggemar sepakbola, khususnya Liga Inggris, tentu paham betul, bahwa (di masa lalu) kedua pelatih ini adalah bagaikan anjing dan kucing, air dan minyak. Tak pernah rukun dan selalu saling serang, baik secara diplomatis mau pun blak-blakan. Sir Alex bahkan pernah menyebut Wenger sebagai "the biggest loser in history." Fakta bahwa sekarang muncul pembelaan dari "musuh" tentu saja menarik untuk dicermati.

Bagi saya, ada beberapa pelajaran bisnis yang bisa dipetik dari situasi ini.
Pertama, semangat sportifitas Sir Alex Ferguson. Beliau menunjukkan karakter yang hebat, mampu memisahkan keseriusan berseteru, dengan hubungan pribadi. Banyak business owners saling bersaing mati-matian dengan rival bisnisnya, dan terbawa sampai membenci satu sama lain secara personal. Nah, sikap Sir Alex ini patut menjadi pelajaran bagi kita.

Kedua, tidak peduli seberapa pun suksesnya Anda di masa lalu, tantangan dan tuntutan publik (shareholder dan stakeholder) Anda didasarka pada prestasi Anda hari ini. Wenger adalah pelatih tersukses sepanjang sejarah Arsenal, namun paceklik gelar selama 7 tahun menghapuskan semua kebaikan tersebut. Hal yang sama berlaku untuk perusahaan Anda. Apakah hari ini bisnis Anda sehat dan sukses? 
"Mantan sukses" atau "hampir sukses" sama artinya dengan "tidak sukses".
Nah, apakah Anda termasuk pebisnis yang mudah terlena dengan kesuksesan masa lalu? Jika ya, maka artikel ini ditujukan sebagai wake up call sebelum semuanya terlambat.

Ketiga. Arsenal tidak mundur, mereka tetap bermain sangat baik, hanya saja lawan-lawannya lah yang lebih maju. Oleh karena itu, meski pun Arsenal masih bermain dengan baik gelar-gelar prestisius justru sekarang jatuh ke Chelsea, Manchester City dan Manchester United. Perhatikan relevansinya dengan realitas di e
Dunia bisnis adalah tempat dimana kita hanya punya dua pilihan, growing atau dying. Titik di mana kita berhenti tumbuh adalah momen dimana kita mulai meranggas untuk perlahan-lahan mati.
Coba imajinasikan bahwa kita sedang menaiki eskalator yang berjalan mundur, kalau kita tidak bergerak naik, alias tetap, sama juga dengan terbuang ke belakang. Dan hal ini lah yangterjadi kepada Arsenal FC saat ini.

We need to continuously upgrade our performance to permanently succeed in the business world!

Have a great weekend, be successful!

HB

 PS: Satu hari setelah saya menulis artikel ini, Manchester United 'menghancurkan' Arsenal dengan skor 8-2 dalam perhelatan English Premier League. Rupanya, belas kasihan dalam kapasitas sebagai personal tidak lagi ditunjukkan ketika harus bertanding secara profesional. Satu lagi pelajaran berharga dari Sir Alex Ferguson.

Saturday, August 27, 2011

The Mango Tree Principle of Customer Excellence.

"Jadilah seperti pohon mangga,
jika dilempar dengan batu 
dia membalas melempar buahnya."
Clement Margono Svardi  
- salah seorang sahabat saya.-


Sebuah filosofi menarik dari pohon mangga di atas rupanya dapat dipelajari dan diterapkan dalam bisnis Anda, misalnya di bidang customer service alias layanan pelanggan.

Saya pikir tak seorang pun dari kita yang suka (maksud saya benar-benar suka, tulus, tanpa perasaan pahit setitik pun) menerima kritik, apalagi keluhan pelanggan yang disertai nada suara tinggi dan penuh amarah. Apalagi jika keluhan yang disampaikan akarnya bukan lah kesalahan pihak kita. Beberapa kali saya hadapi pelanggan yang salah dan malah marah-marah. Benar begitu?

Nah, ada baiknya kita belajar dari pohon mangga tadi. Yakni membalas semburan amarah pelanggan (batu yang dilemparkan ke kita) dengan customer excellence atau layanan pelanggan berkualitas tinggi.

Fakta membuktikan, 95% dari pelanggan, semarah apa pun, yang berhasil kita tangani dengan baik akan berbalik 180 derajat menjadi raving fans bagi bisnis kita. Mereka justru akan menjalankan advokasi bagi perusahaan kita, dan "menjual" layanan produk atau jasa kita tanpa menuntut komisi atau pamrih apa pun.

Inilah 4 langkah menyikapi keluhan dan amarah pelanggan:

1. Smile. Never Argue.
Tidak ada gunanya membantah orang yang sedang "kesetanan". Anda lelah, mereka pun makin murka. Perlu dipahami, seringkali di kondisi ini pelanggan Anda sudah tidak lagi mengedepankan logika berpikir, melainkan penuh dengan ego dan emosi. 
Sebuah senyuman disertai dengan gestur tubuh yang positif akan membantu meredakan emosi/ego tersebut, sehingga pelanggan dapat kita ajak bicara dengan kepala dingin, menggunakan logika.

2. Play Dumb and Dig Deep.
Setelah pelanggan mampu berargumen dengan kepala dingin, lanjutkanlah membuat pelanggan tersebut merasa nyaman dan aman menyampaikan keluhannya kepada Anda. Tidak menjadi "sok pintar" dan "sok paham perasaan pelanggan" adalah kunci utama disini.
Seringkali business owners merasa sudah tahu situasinya dan gagal menemukan hot-spot yang sebenarnya dari ketidakpuasan pelanggan tersebut, dan oleh karenanya tak mampu muncul dengan solusi yang memuaskan pelanggan.

3. Find Solutions (Think Customer First)
Setelah mendapatkan gambaran utuhnya, barulah mulai menawarkan solusi terbaik. Perhatikan, 9 dari sepuluh business owners terburu-buru memberikan solusi sebelum menemukan akar masalah sebenarya. Akibatnya "obat penawar" yang ditawarkan bukan saja tidak tepat, tapi juga sering menjadi terlalu "mahal" dan merugikan diri sendiri.
Tempatkan kaki Anda di sepatu pelanggan ketika menawarkan penyelesaian, teantu saja sambil tetap memperhatikan garis batas untung-rugi perusahaan Anda.

4. Always Under-Promise and Over-Deliver.
Jangan terburu nafsu mengumbar janji demi meredakan amarah pelanggan. Sebaiknya janjikanlah sesuatu yang konservatif, tapi berikan lebih dari yang Anda janjikan.
Pelanggan (normalnya) akan terkesima, dan berbalik menjadi pendukung Anda karena mendapatkan pleasant surprise dari perusahaan Anda.

By the way, saya menulis artikel ini 3 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1482 H. Bagi Anda yang merayakan, saya mengucapkan Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Bicara tentang memaafkan, rupanya pelajaran pohon mangga rupanya dapat juga kita terapkan disini. 

Pernahkah Anda memiliki satu (atau lebih) orang -misalnya mantan karyawan, rekan bisnis, kerabat, dsb- yang di masa lalu pernah kita bantu tapi berbalik menyerang atau merugikan kita? 

Hmm... kita lempar buah, dan dia balas dengan lemparan batu. Lalu apa tindakan Anda?

Uniknya, jika pohon mangga rajin melempar buah, sang pohon jadi lebih sehat dan mampu menghasilkan buah yang lebih besar dan manis di kemudian hari.

You always get more of what you give.

Have a great season's holiday!

HB.


Wednesday, August 24, 2011

Business Lessons from Rod Stewart

Rod Stewart - 100 million records worldwide!
Saya sedang jalan-jalan mengisi akhir pekan bersama istri tercinta di sebuah pusat perbelanjaan, dan pengelola mal memutar lagu-lagu untuk menghibur pengunjung. Sebagai penggemar musik saya segera mengenali ketika salah satu penyanyi favorit saya diputar. Lagu berjudul "Beyond The Sea" tersebut dinyanyikan dengan sangat apik dan penuh perasaan oleh Rod Stewart.

Roderick David Stewart, atau lebih dikenal dengan "Rod Stewart" adalah salah satu penyanyi paling sukses di dunia.
Sepanjang karir musiknya yag sudah lebih dari 50 tahun Rod Stewart telah berhasil menjual lebih dari 100 juta keping rekaman di seluruh penjuru dunia (belum terhitung CD bajakan yang beredar lho!).

Ternyata tak berhenti di situ saja, sebagai businesspeople rupanya ada juga beberapa hal positif yang bisa kita pelajari dari sosok penyanyi kelahiran London Utara ini.

Apa saja?

Lesson #1: Success takes hardwork and creativity, but recognition takes patience.
Rod Stewart memulai karir musiknya pada tahun 1962.  Rekaman pertama yang berhasil dipublikasikannya berjudul "An Old Raincoat Won't Ever Let You Down" dirilis tahun 1969. Dan sejak saat itu Rod telah merilis puluhan album, serta menempatkan belasan #1 hit di jajaran tangga musik US, UK dan seluruh dunia. Rod pun dinyatakan sebagai salah satu artis paling sukses secara komersial.

Yang menarik, Grammy Award pertama diraihnya pada tahun 2005 atau 43 tahun sejak dia mengawali karirnya! Rupanya belasan hits dan ratusan lagu tidak berhasil meyakinkan para "pakar" untuk menganugerahkan penghargaan tersebut lebih awal. Namun Rod tetap berkarya... dan berkarya... dan berkarya... sampai pengakuan tersebut diraihnya.

 Lesson #2: You Need to continuously and consciously re-invent yourself



Seperti kita ketahui bersama, Rod Stewart memilih genre Rock & Blues ketika mengawali karirnya. Dan sepanjang karirnya dia konsisten di jalur tersebut.

Bahkan tak kurang dari  legenda blues sekelas James Brown menjuluki Rod Stewart sebagai "The Best White Blues Singer in The World."

Menariknya (lagi), Grammy Award yang dianugerahkan kepadanya di tahun 2005 bukan berasal dari genre Rock & Blues yang melambungkan namanya tersebut. Melainkan dari aliran musik Jazz Standard, yang tentu saja berbeda sangat jauh dengan apa yang selama ini dikuasai olehnya.

Ya, Rod Stewart "melebarkan sayap" ke genre lain, untuk kemudian memukau dewan juri dan memenangkan Grammy Award untuk kategori "Best Traditional Pop Vocal" di tahun 2005. Andai dia tidak berekspansi dan nyaman dalam comfort zonenya, kemungkinan penghargaan tersebut tak akan pernah dicapainya.

Lesson #3: (And probably the most important lesson)  Never... never... never give up!
Pada bulan Mei 2000 dokter menyatakan bahwa Rod Stewart menderita Thyroid Cancer dan harus menjalani operasi segera, termasuk diantaranya menyentuh pita suaranya. Sebagai seorang penyanyi profesional Rod tentu saja sangat bergantung kepada suara emasnya, sebagai hartanya yang paling berharga. Dan saya bisa membayangkan, vonis tersebut tentu dirasakan sangat berat dan menjatuhkan moral.

Dan benar adanya, seusai operasi Rod harus berlatih ulang cara menyanyi, mulai dari dasar lagi, dengan tanpa jaminan sukses, dan terancam "pensiun" lebih dini jika gagal mengembalikan kualitas vokal seperti semula.

Kisah seterusnya sudah jelas, bukan hanya sembuh dan bisa kembali bernyanyi. Di tahun 2002 Rod Stewart merilis album baru "The Greatest American Songbook" yang sukses besar, yag akhirnya membuatnya merilis Volume 2, lalu Volume 3 yang memenangkan Grammy Award tersebut. What a heroic story!

Sore itu saya berhasil menarik pelajaran bisnis dari seorang penyanyi kawakan. Semoga Anda pun bisa mendapatkan business wisdom yang bermanfaat untuk kesuksesan Anda.

Have fun!

HB.


Saturday, August 20, 2011

Sometimes It's Great Being The Lucky Loser.

"Remember that not getting what you want 
is sometimes a wonderful stroke of luck."
- H.H. The Dalai Lama - 

Kalau ada satu kesamaan yang bisa ditemukan di setiap juara adalah mereka semua pada umumnya memiliki determinasi tinggi. dengan mentalitas pantang menyerah, dan menolak berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkan. Dan kemungkinan besar Anda juga adalah orang yang seperti itu. Saya juga sedikit banyak memiliki kecenderungan tersebut.

Namun ada kalanya tidak mendapatkan apa yang kita mau justru jauh lebih baik ketimbang berhasil mendapatkannya. Lho, apa maksudnya?
Saya teringat di tahun 2009 perusahaan business coaching yang saya pimpin sedang melakukan approach kepada sebuah perusahaan yang cukup ternama (sebut saja PT. XYZ) dengan tujuan menarik mereka untuk menjadi salah satu klien kami. Setelah pendekatan yang cukup intens selama beberapa bulan, mereka setuju untuk bergabung dengan kami, namun mengajukan syarat-syarat yang memberatkan kami. Dengan berat hati terpaksa kami tolak dan lepaslah prospek kerja sama tersebut. 

Enam bulan kemudian, dalam sebuah diskusi dengan salah seorang klien yang lain (sebutlah sebagai PT.Antara), nama PT. XYZ (dan pemimpinnya) tersebut muncul kembali ke permukaan. Ternyata PT. XYZ adalah salah seorang pelanggan dari klien PT. Antara yang gagal bayar dan menolak untuk menyelesaikan kewajibannya.

Menjunjung tinggi etika bisnis yang ada, tentu saja saya tidak menceritakan bahwa rekam-jejak PT. XYZ pernah juga hampir bergabung dengan kami, namun  fokus kepada penyelesaian masalahnya, yakni membahas teknik-teknik penagihan yang terbaik agar segera bisa terselesaikan. Namun seusai masalah tersebut berhasil diatasi, mau tidak mau terbersit sedikit kelegaan bahwa perusahaan saya tidak jadi bekerja sama dengan PT. XYZ tersebut.

Contoh lain, ada seorang pelamar pekerjaan yang ketika interview sangatlah meyakinkan dan membuat kami ingin mempekerjakannya sebagai salah seorang manajer penjualan kami. Karena satu dan lain hal, niat kami tersebut batal. Kira-kira lima bulan kemudian saya melihat nama dan foto yang bersangkutan diumumkan di sebuah media cetak karena kasus penggelapan di perusahaannya. Hmm...sangat menarik bukan?

Pelajaran yang saya petik disini, seringkali kita harus kembali mengacu ke standar-standar yang sudah kita tentukan sebelum memutuskan sesuatu. Apa yang kita mau. Apa yang kita tidak mau. Semuanya harus kita garis tegaskan di depan, atau kita berpotensi terjebak dalam emotional decision making yang bisa merugikan di kemudian hari.

Seringkali kita menyetujui sebuah proposal penjualan hanya karena "kepepet" dan emosi ingin segera deal. Tak jarang juga kita mempekerjakan seseorang karena merasa sudah jenuh mencari dan ingin segera mendapatkannya, yang belum tentu adalah karyawan ideal bagi perusahaan kita.

Dan dalam situasi ini, bukankah gagal jadi jauh lebih menyenangkan dibanding keberhasilan mendapatkan bad deal?

Have a great weekend!
HB.




Friday, August 19, 2011

Pahami Tiga Tahap Kedewasaan Bisnis!

Tahukah Anda bahwa tidak ada sebuah formula pasti untuk mengembangkan bisnis?

Anda juga pasti sadar bahwa tidak ada dua bisnis di muka bumi ini yang sama persis, sehingga tindakan dan strategi yang diperlukan untuk masing-masing bisnis pasti akan berbeda.

Nah, yang menarik, minggu ini saya seolah dihujani pertanyaan dari para business owners, baik yang merupakan klien coaching kami, atau pun para peserta seminar tentang "bagaimana cara manjur untuk membawa perusahaan bertumbuh kembang dan maju terus pantang rugi?"

Artikel ini saya tulis sebagai persembahan untuk para pemilik yang telah, sedang, atau akan mengajukan pertanyaan yang sama di kemudian hari.

Pertama, saya mengajak Anda untuk memahami bahwa tidak semua bisnis berada di tahapan/kondisi yang sama. Saya membagi (secara garis besar) ada tiga tahapan kedewasaan tumbuh kembang bisnis Anda. Dan untuk memudahkan ingat, kita sebut saja tingkatan-tingkatan tersebut sebagai S1, S2 dan S3 bisnis.

S1 - Survival. Jika perusahaan Anda berada di tahapan ini, maka fokus utama adalah BERTAHAN HIDUP. Tidak kurang, dan tidak lebih. Jangan dulu memikirkan tentang sistem perusahaan yang rapi atau bahkan "pensiun dini". Fokus dan energi Anda seharusnya 100% dicurahkan kepada bagaimana membawa uang masuk sederas-derasnya ke kantong Anda dan perusahaan Anda. Di tahap ini uang tunai (cash) adalah laksana oksigen, yang tanpanya Anda tidak akan bertahan hidup cukup lama. Perhatian: yang penting di tahap ini adalah CASH, bukan profit, dan bukan omzet.

S2 - Success. Di tahap ini, perusahaan Anda sudah tidak kekurangan oksigen. Anda seharusnya telah berhasil membangun sebuah "mesin pencetak uang" yang mampu bekerja 24 jam sehari. Basis pelanggan setia telah terbentuk. Anda mampu menjual produk/jasa Anda secara top dollar alias tidak terlibat dalam persaingan harga. Saat ini perhatian Anda seharusnya beralih kepada menciptakan sistem yang rapi dan membentuk leadership team perusahaan Anda. Karena jika tidak, perusahaan akan makin bergantung kepada Anda, dan cepat atau lambat Anda pasti kelelahan.

S3 - Significance. Alias tahapan post-success. Dimana perusahaan Anda telah menjadi pemimpin industri. Dikenal dengan baik, dengan reputasi perusahaan yang mentereng. Tanda-tanda lain adalah para perusahaan S3 ini juga sering menjadi "top of mind" bagi para pencari kerja, dan tak jarang menjadi rujukan studi kasus di berbagai sekolah dan seminar bisnis.
(Catatan: banyak business owner tidak mampu mencapai tahapan ini karena sifat mudah puas dengan kesuksesan kecil, dan berhenti berjuang -atau setidaknya menurunkan daya juang- ketika telah mencapai tahapan S2-Success).
Nah di tahapan S3 ini, fokus Anda adalah multiplikasi kekayaan. Baik melalui jalur diversifikasi, franchising, ekspansi dan lain sebagainya.
Di tahapan ini juga seharusnya perusahaan sudah sangat peduli dengan giving back to community melalui program-program CSR dan sejenisnya.

Business is either growing or dying. Anda bisa bergerak maju S1 - S2 - S3 atau bisa juga bounce back ke tahapan sebelumnya (misal dari S2 jatuh kembali ke S1). Semua tergantung dari seberapa cepat Anda menciptakan "momentum positif" bagi bisnis Anda. (Kita akan bahas tentang momentum positif dalam artikel yang lain).

Nah, tahukah Anda dimana perusahaan Anda sekarang berdiri? Jika sudah tahu, baru lah kita siap berdiskusi tentang strategi-strategi spesifik bagi bisnis Anda.

Have a great weekend!

HB.

 

Wednesday, August 17, 2011

Commitment vs. Interest

"Success is neither magical nor mysterious.
Success is the natural consequence of 
consistently applying the basic fundamentals"
- Jim Rohn -


Surabaya, 17 Agustus 2011.

Hari ini bangsa kita merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke 66. Tentu saja sebagai warga negara yang mencintai bangsanya saya sangat bersuka cita bahwa kita boleh memiliki kehidupan yang bebas dan sejahtera. Namun di sisi lain, Anda juga pasti setuju bahwa masih banyak "lubang" yang harus ditambal oleh seluruh punggawa bangsa Indonesia. Benar?

Tapi baiklah, dalam artikel ini saya tidak akan membahas lebih panjang lagi tentang tindakan apa yang harus diambil oleh elit politik kita untuk menyelesaikan banyak benang kusut di negeri ini. Saya pikir sudah banyak orang yang lebih berkompeten sekaligus berkewajiban untuk memikirkan dan menyelesaikannya.

Sebagai seorang business coach saya lebih tertarik untuk membahas apa yang terjadi dalam bisnis Anda, dan bagaimana mengatasinya. Toh kalau kita tarik benang merah, banyak "benang kusut" yang terjadi di negara ini yang juga Anda alami dalam perusahaan Anda. Iya kan? Sebut saja: ketidakefisienan produksi, staff (dan bahkan manager) yang kurang kompeten, daya juang yang rendah, tidak mampu mendatangkan investor yang berkualitas, pelayanan pelanggan yang buruk, dan masih banyak lagi.

Pendapat saya, jika Anda ingin membangun world class business, ada tiga hal yang harus menopang diri dan perusahaan Anda.
1. Cognitive/Knowledge. Pengetahuan adalah akar dari segala perkembangan/pertumbuhan. Jika Anda tidak mampu merumuskan konsep dengan baik, bagaimana mungkin eksekusi bisa terlaksana dengan sempurna?
Nah, permasalahannya, lebih dari 70% pemilik bisnis tidak memiliki knowledge yang cukup untuk berkompetisi dengan unggul dalam persaingan bisnis yang ketat. Basic knowledge dalam dunia bisnis meliputi: penjualan, pemasaran, layanan pelanggan, efisiensi operasional, finansial, rekrutmen, leadership, dsb.
2. Community. Perhatikan ini: dengan siapa kita berkumpul menentukan masa depan kita. Karena para pihak yang paling sering bertukar pikiran dengan kita akan membentuk pola pikir kita. Alasan utama banyak bisnis tetap kecil (padahal sudah berupaya keras) adalah karena sang pemilik bisnis senantiasa berkumpul dan bertukar pikiran dengan orang-orang "kecil, dalam pengertian sempit wawasannya. Sudahkah Anda memiliki community yang akan membuat Anda lebih sukses?
3. Coach. Di balik setiap juara dunia selalu ada seorang pelatih (coach) yang hebat. Di bidang apa pun. Olahraga, industri hiburan, dan tentu saja bisnis. Saya sepenuhnya percaya, seseorang yang tidak di-coach tak akan pernah mencapai potensi optimalnya, maka dia hanya akan menjadi pemain medioker saja. Seorang pelatih yang tepat tidak hanya mengoptimalkan skill sang pemain, tapi juga mampu memberikan serangkaian kritik konstruktif yang sangat dibutuhkan untuk maju kembang kita.

Nah, bagaimana caranya memiliki ketiga elemen di atas. Hanya satu jawabnya: COMMITMENT.

Dibutuhkan komitmen yang luar biasa bagi seseorang yang ingin sukses.Mayoritas orang hanya memiliki interest alias "ketertarikan" namun bukan komitmen. Mencari knowledge butuh komitmen, bukan ketertarikan. Bergabung dengan komunitas kelas tinggi perlu komitmen, tidak sekedar ketertarikan. Dan terutama, memiliki seorang coach sangat membutuhkan komitmen, tidak cukup hanya sebatas ketertarikan.

Akhir kata, saya ingin Anda merenungkan pertanyaan ini: Are you a committed person (to your success),  or just interested in being successful?

MERDEKA!!!

Tuesday, August 16, 2011

Highly-recommended book: RATUSAN STRATEGI MARKETING di dalamnya!

Kapan terakhir kali Anda membaca sebuah buku yang benar2 tepat sasaran?

Banyak pemilik bisnis yang saya coach merasa malas untuk membaca buku, meski pun sepenuhnya setuju bahwa membaca sangat bermanfaat.

Rupanya ada beberapa alasan yang mendasari rasa malas membaca tersebut:
1. Memang tidak membangun kebiasaan membaca, sehingga mudah ngantuk kalau baca buku (kita akan bahas solusinya di artikel yg lain).
2. Sudah membaca banyak buku, dan isinya "itu-itu saja" sehingga akhirnya malas mencari buku yangbaru, karena toh (pikirnya) akan tak jauh beda.
3. Isi buku yang tidak membantu, hanya permukaan saja tanpa ada solusi nyata yang bisa dipraktekkan.

Nah, jika alasan Anda adalah nomor 2 dan/atau nomor 3, maka saya 100% merekomendasikan Anda membaca buku "Instant Cashflow" oleh Brad Sugars. Buku ini adalah salah satu buku favorit saya, yang sudah saya baca berulang kali dari depan sampai belakang (sedikitnya 11 kali) dan setiap kali membacanya saya selalu mendapatkan ide-ide segar tentang marketing praktis, yang bisa segera saya terapkan (baik di perusahaan saya sendiri mau pun dalam perusahaan2 milik klien yang kami coach).

Buku ini sudah diterjemahkan (dengan terjemahan yang sangat baik) dalam Bahasa Indonesia, namun saya pribadi tetap lebih menyukai versi aslinya dalam Bahasa Inggris.

Kebetulan di kantor kami masih memiliki persediaan buku ini. Jika Anda membutuhkan silakan email kami ke surabaya@actioncoach.com

Have a great week!

Siapa yang kenal Anda (dan bisnis Anda)?

Kemarin sore saya mampir ke SPBU langganan untuk mengisi bahan bakar. Sebuah SPBU afiliasi asing yang (menurut saya) sangat nyaman, bersih, dan ramah pelayanannya. Dan sperti biasa, sebelum mulai mengisi mereka selalu menunjukkan terlebih dahulu bahwa "meteran dimulai dari angka nol".

Ketika saya sedang berdiri menunggu di samping mobil, tiba-tiba seorang bapak yang mengendarai sepeda motor mendekati kami. Beliau turun dari motornya dan mendekati saya, menyodorkan secarik kertas sembari berkata "Ini pak, mohon disimpan siapa tahu suatu hari membutuhkan. Terima kasih perhatiannya." Lalu bapak tsb pamit dan naik kembali ke motornya, kemudian berlalu.

Saya baca kertas sederhana berukuran 5 cm x 10 cm tersebut, dan disitu tertera :
PRI
Sopir Berpengalaman
Dalam dan Luar Kota
Hub: (031) 77814570/08813168994
Jl. Pradah Kali Kendal IX/No. 66 Surabaya

Wah, rupanya si bapak sederhana tersebut sedang melakukan marketing. Beliau "menabur" benih yang bisa dituai di kemudian hari. Tanpa banyak biaya, namun sangat efektif. Beliau langsung menyasar target market yang tepat, yakni pemilik mobil yang sedang mengisi bensin di SPBU berkelas.

Jika Anda ingin memiliki pelanggan yang lebih banyak dari hari ini, semua itu bermula dari siapa yang mengenal Anda (dan tentu saja bisnis Anda). Permasalahannya, banyak pemilik bisnis yang terlalu sibuk mengurusi 'bagian dalam dapur perusahaannya' dan melalaikan kegiatan marketing dan penjualan yang memadai.

Perhatikan: Gagal dalam bisnis lebih sering diakibatkan karena tidak adanya pelanggan, sehingga profit minim dan bisnis tidak berkembang, ketimbang kualitas barang dan jasa yang kurang baik.
(Note: bukan berarti saya menyarankan Anda untuk menyediakan layanan yang buruk!)

Dan cara serupa yang dilakukan oleh pak sopir tadi selayaknya pun Anda coba lakukan, dengan konsisten dan tanpa malu dan ragu.

Contohnya, seorang disainer grafis yang saya coach, setiap hari saya tugasi untuk berbicara dengan sedikitnya 2 orang calon pelanggan baru. Karena sang disainer banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja sambil 'nongkrong' di kedai kopi, maka saya minta beliau selalu mempersiapkan 3 set portofolionya per hari. Di sela-sela pekerjaannya, pasti membutuhkan break atau istirahat sejenak. Nah, ketika rehat itu lah saya minta beliau berdiri dari meja kopinya, lalu mendekati pelanggan di meja sebelah sambil menyodorkan portofolionya seraya berkata "Mohon maaf, saya seorang disainer grafis, dan saya ingin memberikan contoh portofolio karya saya, barangkali suatu hari Anda atau rekanan Anda membutuhkannya. Selamat menimati kopi Anda. Terima kasih.".

Tak jarang justru sang 'prospek' membalas dengan ramah, karena klien saya tsb selalu berpakaian dengan layak dan bertutur kata halus, dan dari situ dimulailah perbincangan singkat yang kemungkinan mengarah ke penjualan di kemudian hari. 

Dua bulan kemudian, omset naik 20%. Dan setelah bulan ke empat sudah ada kenaikan 88%.

Demikian juga dengan klien kami yang lain, seorang kids party organizer. Beliau saya tugasi untuk setiap hari memperkenalkan diri kepada sedikitnya 3 orang baru.Misalnya ketika bertemu dengan sepasang orang tua usia muda di lift, beliau akan menyodorkan kartu namanya yang didisain full-colour dengan gambar-gambar tokoh kartun yang lucu, sambil berkata "Permisi pak/bu, saya berpengalaman mengorganisir pesta untuk anak-anak, dan ini kartu nama saya. Mohon berkenan disimpan, siapa tahu suatu saat Anda atau kerabat Anda membutuhkannya." Dan tak lebih dari 3 bulan kemudian, jumlah pelanggan beliau melonjak 160% dari sebelumnya.

Nah, kapan Anda akan mulai membuat "dunia" mengenal Anda dan bisnis Anda??
 

Friday, August 12, 2011

Why people fail to be( rich and) succesful...

Dua minggu terakhir ini perusahaan kami sedang sibuk melaksanakan rekrutmen team member baru. Dan salah satu tugas saya adalah ikut serta dalam berbagai proses wawancara kerja tersebut, termasuk menilai dan menganalisa berbagai perilaku para pelamar.

Secara sederhana saya menghitung dan muncullah statistik ini...
1.2% dari para pelamar tsb HIGHLY-QUALIFIED dan kami senang sekali bertemu mereka...
3.1% pelamar QUALIFIED, dan layak diberi kesempatan untuk tatap muka berikutnya...
16.6% pelamar LUMAYAN -- not bad, but not special either...
79.1% pelamar.... hmmm, (mudah-mudahan tidak ada yang tersinggung) memiliki kualitas (jauh) di bawah rata-rata, dan bahkan kami selaku tim pewawancara seringkali merasa buang-buang waktu saja bertemu mereka.

Yang lebih menarik lagi, setelah diteliti secara lebih menyeluruh... Ada beberapa kesamaan perilaku yang kami temukan di kelompok 70.1% tersebut...
- datang terlambat
- tidak mengenakan pakaian yang representatif selayaknya untuk wawancara kerja profesional
- suka pindah-pindah kerja
- menanyakan beberapa pertanyaan seperti... "sabtu masuk kerja gak?" "ada uang lembur gak?" "berat tidak targetnya?" dan sejenisnya.
- mengaku mudah jenuh, down, putus asa dan selalu membutuhkan bantuan pihak luar untuk memotivasi dan meningkatkan semangatnya.
- hanya bisa perform jika lingkungan kerja mendukung (dan bukan sebaliknya: mampu menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik dengan kehadirannya)

Wah, rupanya ada resep manjur untuk terus menjadi pekerja yang biasa2 saja, tidak sukses, dan tidak kaya...

Anda mau mencoba?



Bisnis Itu Menyenangkan... (tapi tidak semua orang bisa bersenang2 di dalamnya!)

Saya sangat mencintai dunia kewirausahaan. Banyak tantangan yang "tidak masuk di akal" dalam dunia entrepreneurship, yang bila berhasil ditaklukkan akan memberikan reward yang luar biasa.

Tidak berhasil menaklukkan pun, bukan berarti kalah, justru bisa memetik pelajaran terbaik untuk menghadapi tantangan di masa depan. Salah seorang mentor saya menyebut bahwa "Whatever doesn't kill you will make you stronger." Dan saya sangat setuju dengan pendapat beliau tersebut.

Namun anehnya, di tengah permainan yang demikian menyenangkan, menggelora dan menggairahkan ini --- Saya justru banyak mendapati business owner yang stress dalam bisnisnya! Hmm... bukankah ini menarik? Saatnya bermain malah cemberut.

Nah, rupanya akarnya cuma satu hal... TIDAK PROFIT!
Siapapun dia, kalau tidak mendapat apa yang diinginkan tentu lama kelamaan akan jenuh dan stress.

Sebaliknya, seberat apa pun medan permainan, asal menghasilkan, maka tidak akan terasa lelah justru semakin bergairah.

Sekarang pertanyaannya? Sudahkan Anda tahu bagaimana menghasilkan profit yang sehat dalam bisnis Anda sehingga mudah bersenang-senang dan senantiasa bersemangat???