"Remember that not getting what you want
is sometimes a wonderful stroke of luck."
- H.H. The Dalai Lama -
Kalau ada satu kesamaan yang bisa ditemukan di setiap juara adalah mereka semua pada umumnya memiliki determinasi tinggi. dengan mentalitas pantang menyerah, dan menolak berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkan. Dan kemungkinan besar Anda juga adalah orang yang seperti itu. Saya juga sedikit banyak memiliki kecenderungan tersebut.
Namun ada kalanya tidak mendapatkan apa yang kita mau justru jauh lebih baik ketimbang berhasil mendapatkannya. Lho, apa maksudnya?
Saya teringat di tahun 2009 perusahaan business coaching yang saya pimpin sedang melakukan approach kepada sebuah perusahaan yang cukup ternama (sebut saja PT. XYZ) dengan tujuan menarik mereka untuk menjadi salah satu klien kami. Setelah pendekatan yang cukup intens selama beberapa bulan, mereka setuju untuk bergabung dengan kami, namun mengajukan syarat-syarat yang memberatkan kami. Dengan berat hati terpaksa kami tolak dan lepaslah prospek kerja sama tersebut.
Enam bulan kemudian, dalam sebuah diskusi dengan salah seorang klien yang lain (sebutlah sebagai PT.Antara), nama PT. XYZ (dan pemimpinnya) tersebut muncul kembali ke permukaan. Ternyata PT. XYZ adalah salah seorang pelanggan dari klien PT. Antara yang gagal bayar dan menolak untuk menyelesaikan kewajibannya.
Menjunjung tinggi etika bisnis yang ada, tentu saja saya tidak menceritakan bahwa rekam-jejak PT. XYZ pernah juga hampir bergabung dengan kami, namun fokus kepada penyelesaian masalahnya, yakni membahas teknik-teknik penagihan yang terbaik agar segera bisa terselesaikan. Namun seusai masalah tersebut berhasil diatasi, mau tidak mau terbersit sedikit kelegaan bahwa perusahaan saya tidak jadi bekerja sama dengan PT. XYZ tersebut.
Contoh lain, ada seorang pelamar pekerjaan yang ketika interview sangatlah meyakinkan dan membuat kami ingin mempekerjakannya sebagai salah seorang manajer penjualan kami. Karena satu dan lain hal, niat kami tersebut batal. Kira-kira lima bulan kemudian saya melihat nama dan foto yang bersangkutan diumumkan di sebuah media cetak karena kasus penggelapan di perusahaannya. Hmm...sangat menarik bukan?
Pelajaran yang saya petik disini, seringkali kita harus kembali mengacu ke standar-standar yang sudah kita tentukan sebelum memutuskan sesuatu. Apa yang kita mau. Apa yang kita tidak mau. Semuanya harus kita garis tegaskan di depan, atau kita berpotensi terjebak dalam emotional decision making yang bisa merugikan di kemudian hari.
Seringkali kita menyetujui sebuah proposal penjualan hanya karena "kepepet" dan emosi ingin segera deal. Tak jarang juga kita mempekerjakan seseorang karena merasa sudah jenuh mencari dan ingin segera mendapatkannya, yang belum tentu adalah karyawan ideal bagi perusahaan kita.
Dan dalam situasi ini, bukankah gagal jadi jauh lebih menyenangkan dibanding keberhasilan mendapatkan bad deal?
Have a great weekend!
HB.
No comments:
Post a Comment